Lihat ke Halaman Asli

Yuniandono Achmad

Dreams dan Dare (to) Die

Badminton is Not No-Good Minton

Diperbarui: 18 September 2018   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: https://bwfbadminton.com/news-single/2018/09/05/world-champs-in-second-place/

"Badminton --bukanlah Anti Goodminton". Olahraga nomor dua di Indonesia -setelah sepakbola- adalah Badminton (in bahasa Indonesia: Bulutangkis, in javanesse language: Tepok Wulu) kadang menjadi joke bagi mereka yang ambil mata kuliah Pengantar Bahasa Inggris.

Minimal dulu dosen saya yang pengajar dari Sastra UGM itu (sekarang namanya Fakultas Ilmu Budaya) sering memplesetkannya. Guyonannya ialah: I don't like badminton, but i like goodminton.

Menjadi menyulitkan saat ini ketika saya mau menulis tentang "anti bulutangkis", kalau misalnya nanti ditulis "anti badminton" malah dikira hal yang positif (sesuai logika matematika: minus ketemu minus jadi plus.

Maksudnya anti (minus) ketemu bad (minus) jadinya malah positif). Beda kalau misalnya anti goodminton, yang memang bernada negatif.

Intinya begini, ambil contoh di sepakbola kita kenal taktik "anti football" yaitu strategi menaruh 11 (sebelas) pemain di area lapangan sendiri --artinya total defends- sebangsa parkir bus (ala Mourinho #maaf #cmiiw) atau pertahanan gerendel ala Italy yaitu catenaccio --yang dipakai waktu mereka juara dunia 1982-  mungkin ya.

Nah kalau di bulutangkis demikian juga: Anti Badminton (not goodminton(?)) yakni pemain ganda menerapkan permainan bertahan. Di turnamen Jepang Terbuka (japan open 2018) ini saya melihatnya 2 (dua) kali.

Pertama saat semifinal pasangan Greysia Polii/ Apriyani melawan Fukusima/ Hirota, dan kedua Li Junhui/ Liu Yuchen saat final melawan Kevin/ Marcus. Begini ceritanya.

Kemenangan Bulutangkis atas Anti Badminton

Final bulutangkis Jepang Terbuka 2018 telah selesai kemarin lalu (Ahad Wage, 16 September/ 6 Muharram 1440 H). Tuan rumah Jepang mendapatkan 2 (dua) juara melalui Kento Momota di tunggal putra dan pasangan Yuki Fukusima/ Hirota di ganda putri.

Sementara Tiongkok (melalui All Chinese Final), Spanyol, dan Indonesia masing-masing mendapatkan 1 (satu) gelar juara.

Indonesia mendapatkan gelar juaranya melalui pasangan terwahid kekinian, yang selang dua pekan sebelumnya mendapat emas Asian Games 2019 Jakarta Palembang, yakni "the minnions" Marcus Fernaldi Gideon/ Kevin Sanjaya Sukomuljo. Partai ganda putra ditaruh di puncak atau akhir pertandingan dari 5 (lima) final tersebut. Artinya apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline