Lihat ke Halaman Asli

Lilik YuliRiyanto

Kita ini sama

Aku dan Kamu: Kebersamaan Peserta Pelatihan Instruktur Nasional PMB

Diperbarui: 29 Desember 2021   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Dok pribadi milik H Sholehuddin

Oleh: Sholehuddin*

Sebuah kehormatan bagi saya mendapatkan kepercayaan menjadi Instruktur Nasional Penguatan Moderasi Beragama (IN PMB). Apa lagi saya sebagai Widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Surabaya dan satu-satunya Widyaiswara daerah, mewakili Badan Litbang dan Diklat  Kementerian Agama (Kemenag) RI. Sebelumnya, para calon IN dilatih selama 6 dan 5 hari di Jakarta.

Peserta yang dilibatkan berasal dari semua unsur agama, tidak ketinggalan dari agama Khonghucu. Latar belakang mereka juga bermacam-macam. Ada Kepala Pusat (kapus), Kepala Bidang, Kepala seksi, hingga tenaga fungsional peneliti, dosen, dan widyaiswara. Dari unsur tokoh agama dan masyarakat juga ada.

Selama pelatihan saya dan kawan-kawan tampak akrab. Setiap hari kelas diwarnai saling guyon dan 'gojlok-gojlokan'. Ditambah Ketua kelas Romo Heri juga mampu menyegarkan suasana.

Selama diskusi, kami sangat cair dan cukup terbuka. Sempat mau dipisah tatkala masuk sesi Nilai Moderasi dalam Pandangan Teologi Agama, tapi urung dan kami kembali satu kelas. Masing-masing perwakilan agama mempresentasikan hasil tugasnya. Kami saling memahami dan merasakan suasana batin yang tidak ada 'sekat'.

Berkumpulnya antar pemeluk agama bagi masing-masing pemeluk melahirkan konsep "aku" dan "kamu". Konsep "Aku" dan "kamu" yang ditawarkam Ali Jumu'ah adalah sebuah cara dialog antar umat beragama. Dalam hal ini tidak ada kata Riyanto (2000) "dia" atau "mereka". Yang ada adalah "kami", atau "kita". "Aku" dan "kamu" adalah simbol kedekatan karena dalam satu tempat (majelis). Tidak adanya  orang ketiga menunjukkan tidak adanya jarak.

Kuatnya benteng teologi tidak menjadikan sekat-sekat dalam sisi kemanusiaan. Manusia tetap manusia sebagai sesama ciptaan Tuhan. Mereka berhak dihargai, dihormati, dan diayomi, sebagaimana Tuhan mengayomi mereka.

* Dr. H. Sholehuddin, S.Ag, M.Pd.I adalah Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya dan Instruktur Nasional Penguatan Moderasi Beragama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline