Lihat ke Halaman Asli

Rumah Angker

Diperbarui: 13 Maret 2020   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menoleh ke arah jendela di lantai atas; nomor dua dari kiri. Belum tampak adanya pergerakan. Tirai kusam berwarna kuning pucat itu masih tergantung dengan tenang di balik kacanya yang telah berdebu tebal. Aku kembali bersandar pada pagar besi rendah pembatas jembatan. Suasana di sini terasa sunyi dan hening.

Sudah dua hari ini aku merasa ada yang selalu memerhatikanku dari atas sana. Tetapi setiap aku menoleh, selalu saja yang kulihat hanya sepotong tirai yang melambai seperti baru saja ditinggalkan oleh orang yang menyibaknya untuk memandang ke luar. Hal yang sangat aneh, karena seharusnya tidak ada siapa-siapa di dalam rumah itu. 

Rumah itu memang terkenal angker. Sebuah rumah tua peninggalan zaman Belanda yang beberapa tahun lalu sempat ditinggali oleh keluarga yang kabarnya masih merupakan keturunan pemilik aslinya, namun entah mengapa hanya bertahan selama beberapa minggu sampai suatu malam seluruh anggota keluarga itu pergi dengan tergesa-gesa dan tak pernah kembali lagi. 

Sejak aku menyewa kamar kos di daerah ini saat mendapatkan panggilan kerja setahun lalu, aku selalu melewati jembatan kecil yang melintang tak jauh di depan rumah yang dikenal angker itu, dan tak pernah sekalipun aku melihat hal-hal aneh seperti yang ditakuti oleh warga sekitar. Aku tak percaya pada hal-hal mistis seperti itu. Tetapi entah kenapa, kali ini aku merasa yakin, bahwa memang ada sebuah aktivitas yang tak normal di dalam rumah itu. 

Maka saat ini aku memutuskan untuk menunggu, dan tidak melepaskan pandangan sedikitpun. Aku ingin membuktikan pada diriku sendiri bahwa mataku tidak melakukan kesalahan saat melihat tirai itu bergerak. 

Dan saat aku sedang memicingkan mata menembus kegelapan di balik kaca jendela itu, tiba-tiba sepotong tangan putih pucat muncul. 

Aku terkesiap. Darahku berdesir ke seluruh tubuh. 

Tangan pucat itu menyibak perlahan tirai kusam yang tergantung menutupi setengah kaca jendela. Lalu di belakang tangan pucat itu tampaklah bayangan sesosok tubuh yang berdiri agak jauh dari ambang jendela. 

Tubuhku mulai gemetar. Kakiku kaku tak dapat digerakkan. 

Kemudian sosok itu menjulurkan tangannya yang lain, dan melambai pelan. Ke arahku. Seperti memanggil. Dan kemudian mendadak ia menghilang dari jendela; meninggalkan sekelebatan tirai yang bergerak melambai.

Aku mengembuskan napas yang tanpa sadar tertahan sejak tadi; menetralkan kembali denyut jantung yang menggila sesaat. Kemudian memaksakan diri untuk berpikir dengan logika. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline