Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Saat "Deadline" Lomba (Akhirnya) Terlewati

Diperbarui: 27 September 2021   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi deadline (Freepik.com)

Bicara soal lomba menulis artikel di Kompasiana, saya mungkin termasuk jenis Kompasianer "pemalas" dalam hal ikut lomba. Pemalas di sini bukan berarti saya tak pernah ikut, lebih tepatnya, hanya sesekali.

Penyebabnya, lomba punya sesuatu yang sama sekali berbeda. Tekanannya, levelnya, kompetisinya, strateginya, semuanya menuntut lebih, bahkan sejak tahap persiapan mengolah ide.

Karenanya, dulu saya hanya ikut lomba, jika memang punya gagasan relevan dengan topik atau tema lomba. Jika tidak, semenarik apapun hadiahnya, lupakan saja.

Di sisi lain, event lomba di Kompasiana sering menjadi arena yang terlihat menyeramkan, terutama di hari terakhir alias "deadline" lomba. Banyaknya spesialis "deadliners", yang juga merupakan Kompasianers "spesialis lomba" menjadi faktor utama.

Mereka memang bermain dengan strategi dan pengalaman mereka selama ini. Tapi, bagi saya yang bukan seorang "deadliner", berkompetisi dengan lawan seperti ini adalah sebuah mimpi buruk. Rasanya seperti semut melawan gerombolan gajah.

Apalagi, jika ternyata mereka sampai lebih diistimewakan. Misalnya, dengan diberi keleluasaan mengirim materi lomba setelah deadline lewat. Jujur saja, dari sudut pandang kompetitif, ini kurang sehat.

Para "deadliners" ini memang berusaha keras, karena mereka berpacu dengan waktu. Tapi, mereka yang bukan "deadliners" pun juga berusaha, sambil menyesuaikan diri dengan waktu yang tersedia. Jadi, seharusnya "deadliners" atau bukan, semua punya posisi setara.

Jujur saja, ketika para deadliners ini mendominasi, kadang rasanya seperti dikerjai. Jadi, saya lebih suka untuk tak rutin ikut lomba menulis.

Praktis, saya hanya memutuskan ikut, jika ada yang mengajak, topiknya bisa sedikit dieksplorasi, dan lomba tersebut masih jauh dari deadline. Selebihnya, saya hanya meramaikan. Apapun hasilnya, terserah juri.

Saya memilih tak menjadi deadliner, karena saya sadar diri, tubuh saya tidak didesain untuk itu. Menulis dalam kondisi benar-benar siap selalu lebih menyenangkan daripada menulis dengan panik dan cemas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline