Lihat ke Halaman Asli

Yogaswara F. Buwana

Pemikir Bebas

KTP-KK Vs Tiktok, Feodalisasi dalam Defeodalisasi

Diperbarui: 26 Juni 2022   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pencantuman gelar akademik merupakan budaya yang memang sudah menjamur di kalangan masyarakat Indonesia. Tumbuh suburnya pencantuman gelar akademik memang tidak dapat dilepaskan dari situasi psikologi bangsa Indonesia yang berbangga diri karena telah menuntaskan masa perkuliahan. 

Bahkan di banyak situasi sekalipun gelar akademik dicantumkan dalam hal-hal yang sebenarnya di luar area akademik atau profesi, misalkan undangan pernikahan. Padahal gelar akademik dan pernikahan merupakan konsep berbeda. 

Gelar akademik berada di ranah tingkatan pendidikan, dan pernikahan di dalam tahap kehidupan. Akan tetapi dalam hal ini penulis tidak ingin ikut-ikutan mengkritik penggunaan gelar pendidikan di dalam kasus undangan pernikahan, karena itu hak setiap orang.  

Bisa jadi pihak pengantin atau orang tua pengantin dulu diremehkan oleh tamu-tamu yang akan diundang. Jadi pencantuman gelar pendidikan pada undangan pernikahan bertujuan sebagai ajang pembuktian bahwa sang pengantin atau orang tua pengantin mampu menjawab hinaan yang pernah ditujukan pada mereka. Selain itu ada unsur gengsi dan kebanggan yang menyertai sebab berkaitan dengan martabat keluarga. 

Oleh sebab itu seringkali di dalam undangan pernikahan terdapat foto pengantin memakai pakaian atau seragam yang melambangkan profesi mereka.

Permasalahan muncul ketika pemerintah mengeluarkan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 pasal 5 ayat 1 yang memperbolehkan masyarakat  untuk menulis gelar akademik pada KTP dan KK.  Tentu saja ini tidak menimbulkan gejolak yang berarti karena memang masyarakat Indonesia sudah terbiasa mencantumkan gelar akademik. 

Akan tetapi ketika masyarakat diizinkan untuk mencantumkan gelar akademik di KTP dan KK maka hal itu akan memulai feodalisasi gaya baru. Apabila sebelum era politik etis orang tergila-gila dengan gelar bangsawan kini orang-orang tergila-gila pada gelar akademik. 

Perbedaan antara keduanya terletak pada dasar pemberian gelar. Gelar bangsawan berkaitan erat dengan keturunan, sedangkan gelar akademik merupakan bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan. 

Persamaan dari gelar bangsawan dan gelar akademik, keduanya sama-sama cerminan dari kesuksesan dan kekayaan. Sehingga pencantuman gelar akademik pada area yang bukan tempatnya merupakan keinginan untuk mendeklarasikan diri kalau mereka telah sukses atau kaya. Dengan demikian orang akan semakin bersemangat untuk mendapatkan gelar akademik, bahkan mungkin dengan cara apapun termasuk bisnis gelar akademik. 

Dalam hal bisnis gelar akademik, kita sering lihat berita penggerebekan wisuda ilegal. Itu adalah salah satu dampak dari pemujaan gelar akademik secara berlebihan. Padahal  dengan memiliki gelar akademik, kemampuan mereka belum tentu terjamin . Kondisi tersebut mengingatkan kita pada perkataan Rocky Gerung,  "Ijazah hanya menunjukkan anda pernah belajar, tapi bukan menunjukkan anda pernah berpikir".

Keputusan pemerintah yang mengizinkan penulisan gelar akademik pada KTP dan KK akan semakin memperlihatkan pergeseran gelar akademik dari ranah pendidikan ke ranah kehidupan secara umum. Dengan demikian kelas-kelas sosial masyarakat akan muncul berdasarkan gelar pendidikan. Lalu apakah ini sebuah bentuk keadilan pemerintah pada masyarakat ?. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline