Lihat ke Halaman Asli

Yanuar Z. Arief

Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

PLTN, Limbah dan Masalahnya

Diperbarui: 22 Februari 2020   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. medium.om

Wacana rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) sudah semakin marak. Untuk tahun 2019 saja, berbagai macam seminar/simposium yang membahas pembangunan PLTN ini telah digelar di Kalbar.  Terakhir dengan diadakannya lagi seminar PLTN di kampus Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak pada tanggal 10 Desember 2019.

Dalam Kolom Opini di harian Pontianak Post, sebelumnya penulis telah menyampaikan secara detail bahwa PLTN bukanlah solusi yang tepat bagi mengatasi masalah kelistrikan di Kalbar (Pontianak Post, 2 November 2019). 

Kali ini penulis mencoba mengangkat sisi lain PLTN yang dalam seminar-seminar tentang PLTN tidak terlalu mendapat porsi yang selayaknya. Umumnya seminar-seminar tersebut menawarkan "janji-janji manis" keunggulan PLTN dalam memenuhi kebutuhan energi listrik di suatu negara dari satu dimensi saja, yakni PLTN sebagai pembangkit listrik yang bersih (zero carbon emission). 

Hal-hal berkaitan dengan limbah dan bagaimana cara penanganan serta risiko yang mungkin terjadi bila limbah PLTN ini tidak ditangani dengan semestinya, belum banyak disampaikan secara jelas, terbuka, serta jujur kepada masyarakat luas.

PLTN secara prinsip memiliki konsep kerja seperti pembangkit listrik termal lainnya (PLTU/Pembangkit Listrik Tenaga Uap, PLTG/Pembangkit Listrik Tenaga Gas maupun PLTBm/Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) yang memanaskan air di dalam boiler sehingga menghasilkan uap, dan energi uap tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin yang disambungkan dengan generator sehingga menghasilkan energi listrik sebagai output-nya

Pada pembangkit termal konvensional di atas, sumber panas dapat diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara pada PLTU dan gas alam pada PLTG), maupun dari sampah organik seperti sisa cangkang buah kelapa sawit atau sekam padi pada PLTBm. 

Berbeda dengan PLTN yang sumber panasnya dihasilkan dari dalam reaktor nuklir melalui reaksi fisi berantai yang terkendali bersumber dari bahan bakar nuklir berupa uranium yang diperkaya. 

Dari reaksi fisi ini menghasilkan juga produk sampingan (byproduct) berupa limbah nuklir/radioaktif yang berbahaya bagi manusia, hewan, tanaman dan lingkungan. 

Bila terjadi kebocoran, paparan radioaktif bisa menyebabkan mutasi genetika, kelainan fisik, kanker, leukemia dan kelainan reproduksi, hingga gangguan kardiovaskuler dan sistem endokrin pada manusia. 

Limbah radioaktif juga dihasilkan ketika proses menonaktifkan (decommissioning) dan membongkar reaktor nuklir dan fasilitas nuklir lainnya saat PLTN sudah tidak lagi beroperasi (shut down).

Limbah radiokatif dari PLTN dikategorikan sebagai limbah radioaktif berat (High-level waste/HLW) yang memerlukan penanganan khusus mengikut standar yang telah ditetapkan secara Internasional. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline