Lihat ke Halaman Asli

Teguh Hariawan

TERVERIFIKASI

Traveller, Blusuker, Content Writer

Rampogan Macan: Kisah Tragis Pertarungan Harimau di Alun-alun Keraton Jawa

Diperbarui: 28 April 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rampogan Macan di Alun-alun kotaraja (Koleksi Tropen Museum)

Daun Jelatang yang sudah digosok di punggung Banteng mulai bereaksi. Banteng mendengus dan kakinya mengais-ngais. Matanya melotot. Meloncat kanan kiri. Berusaha mencari jalan keluar dari dalam kandang lantaran kulitnya terasa tersengat dan terbakar. Banteng sangat marah. Begitu pintu kandang dibuka, segera hewan ini melompat keluar. Mulai mencari sasaran dengan menyeruduk kesana kemari. Mengamuk sambil menahan rasa sakit.

Tapi, di tengah alun-alun luas yang berpagar ribuan manusia bertombak panjang, Banteng tidak sendirian. Pada saat hampir bersamaan, pintu kandang Harimau juga sudah dibuka. Biasanya, Harimau tidak keluar, tapi malah mundur maka harus dilempar api di belakangnya. Segera, setelah di luar kandang, Harimau dan Banteng berhadapan. Satu lawan satu. 

Harimau meloncat berusaha menerkam leher Banteng. Tapi Banteng yang fisiknya lebih besar, telah siap menyambut dengan tenaga yang besar dan tanduknya yang tajam. Jika Banteng berhasil menangkap dan melemparkannya ke udara, maka akan membuat Harimau ciut nyalinya untuk melanjutkan pertempuran. Tapi sebaliknya, jika terkaman Harimau berhasil, maka sang Banteng akan jadi korban siang itu di tengah alun-alun. 

Tubuhnya dicabik, dirobek kulit dan  dagingnya.  Disaksikan Raja dan pejabat Kompeni, serta ribuan penduduk dan prajurit yang membuat pagar betis, menyemut di Alun-alun Keraton.  Itulah gambaran pertarungan hewan buas yang disukai Raja Jawa tempo dulu,  yang dicatat oleh John Joseph Stockdale dalam bukunya The Island of Java, yang terbit pertama kali tahun 1811, di Inggris. 

Agar pertarungan antara Harimau dan Banteng itu  terpusat di tengah arena, maka  kandang Harimau dan Banteng diletakkan di tengah Alun-alun, dan di sekeliling alun-alun  segera dibuat pagar betis manusia, terdepan adalah barisan prajurit Jawa. Empat lapis tebalnya, dengan memegang tombak yang diarahkan mendatar ke depan. 

Mencegah agar binatang yang sedang bertarung di tengah arena tidak menerobos atau melarikan diri. Jika ada yang mencoba menerobos, akan dimangsa ujung tombak dari besi runcing yang dipegang prajurit Jawa.  Tapi, hewan buas inipun tak akan menyerah begitu saja. Akibatnya, banyak prajurit malang yang akan jadi sasaran terkaman Harimau atau cakarnya sehingga terluka parah. 

ilustrasi istimewa

Rampog Macan

Lebih tragis lagi nasib si Harimau. Walaupun sudah menang pertempuran dengan Banteng, ternyata tontonan yang disukai oleh para raja tempo dulu ini (termasuk rakyatnya), tidak berhenti disitu. Atas perintah pimpinan, beberapa prajurit Jawa segera masuk arena membawa tombaknya yang panjang. Mengepung Harimau yang sudah kelelahan. Agar Harimau marah , maka diletupkan senapan atau bunyi-bunyian semacam Gong. 

Terkadang menggunakan sulutan api untuk membuat Harimau lebih beringas. Namun, setelahnya tombak-tombak tajam akan menghujam ke tubuh sang raja hutan itu. Inilah yang disebut Rampogan (Rampokan) Macan. Membunuh Harimau dengan tombak beramai-ramai. Seperti yang tercatat dalam The History of Java karya Raflles yang terbit Tahun 1817. Enam tahun setelah bukunya John Joseph Stockdale terbit. 

Lebih jauh Raffles menguraikan, Rampog Macan tidak harus diawali dengan adu Harimau dengan Banteng. (Raflles menyebutnya Kerbau, bukan Banteng). Mungkin saja yang disaksikan oleh Raflles adalah memang seekor Kerbau Jantan Liar yang sedang bertarung). Rampog Macan bisa terjadi langsung antara prajurit bertombak dengan Macan yang sudah disiapkan di arena. Tidak perlu diadu dengan Banteng lebih dulu. 

Biasanya  sudah ada 4 sampai 5 Macan yang sudah disiapkan di tengah alun-alun. Macan yang dimaksud, tidak hanya satu jenis Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica). Tapi bisa juga Macan Tutul (Panthera Pardus Melas) dan Macan Kumbang (Macan Tutul yang berkulit hitam). Hasil akhir bisa diterka, semua macan akan tewas tertembus ujung tombak para prajurit. Maka tentunya saat itu, para tamu raja pun bersorak mendapatkan hiburan live berdarah-darah di tengah arena.  Seperti menonton para Gladiator Romawi bertarung melawan Singa gurun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline