Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

4 Alasan Umum Terjadinya Perceraian

Diperbarui: 10 November 2021   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi alasan orang bercerai (Photo by Zoriana Stakhniv on Unsplash)

Dengan niat awal ingin membagi artikel, aku gabung di sebuah grup berisi para istri. Rencananya sambil menyelam minum air, bagi artikel sembari menjaring ide tulisan. Alih-alih dapat ide, beban pikiranku justru bertambah.

Sungguh luar biasa kehidupan rumah tangga. Grup ini berisi curahan hati para istri dengan berbagai masalah yang kita kira hanya ada di sinetron azab. Ratusan anggota itu adalah para korban suami, ipar, dan atau mertua durjana.

Anehnya, meski bertahun-tahun mengalami penindasan, kebanyakan mereka mengaku hanya bisa pasrah. Dibilang sabar juga nggak sih, sebab curhatannya sangat mendetail. Bahkan foto suaminya pun dipajang di medsos. Curhat dengan buka aib itu bedanya setipis daki.

Membaca kisah-kisah mereka, akhirnya aku mafhum kenapa masalah besar justru tidak tercantum sebagai penyebab terjadinya perceraian. Setidaknya begitu menurut penelitian yang diterbitkan dalam  Journal of Sex & Marital Therapy.

Kukutip dari Health, inilah empat alasan umum yang menjadi penyebab bubarnya sebuah rumah tangga.

1. Lebih Baik Cerai daripada LDR

Dari 2.371 orang koresponden, 32% mengaku memilih bercerai daripada hidup berjauhan. Ya sih, apa gunanya menikah kalau beda atap? Apalagi penelitian ini dilakukan di Eropa, di mana budaya dan kontrol sosial terkait hubungan perempuan dan laki-laki berbeda dengan kita.

Dalam pandangan koresponden yang rata-rata baru saja bercerai itu, pernikahan tidak menjamin pasangan akan tetap setia pada suami/istrinya ketika jarak memisahkan. Jadi daripada khawatir, tak ada kepastian, dsb, karuan cerai saja.

Baca juga: 6 Tipe Pasangan Toxic

2. Merasa Tidak atau Kurang Dihargai

Kurang atau tidak dihargai mungkin lebih mudah disebut dianggap tidak ada. Kalau dipukul, dimaki, tidak dinafkahi, seperti yang dikeluhkan beberapa dari anggota grup yang kuceritakan di awal, itu bukan lagi tidak dihargai. Dianggap ada, tapi untuk disakiti.

Lagi-lagi sama dengan penelitian yang tercatat dalam Journal of Sex & Marital Therapy, hal itu bukan jadi alasan utama perceraian. Atau memang ribuan koresponden itu tidak ada yang mengalami hal seburuk anggota grup?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline