Lihat ke Halaman Asli

Kerasukan Kebiasaan

Diperbarui: 19 Maret 2018   02:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terkadang saya cemas dengan sikapku pada organisasi tempatku belajar banyak hal padahal tujuanku untuk berorganisasi sebenarnya untuk berteman dengan siapa saja tanpa menganggapnya "istimewa", walaupun selalu saya memanggil teman yang lebih tua dengan "kak" karena begitulah budaya kampus yang menyelimuti beberapa mahasiswa termasuk saya.

Padahal di lingkungan saya berkembang di Kabupaten Pinrang jauh sejak budaya "kanda-dinda" merasuk entah dari mana, saya biasanya menyapa tetangga yang usianya terpaut jauh mungkin 10-15 tahun dengan memanggil namanya tanpa tambahan kata 'kak' sebelum namanya. 

Saya merasa setara dengan La Nua' (Anwar), La Bulla' (julukan karena matanya yang melotot) dan La Bake' (Bakri) tetangga saya yang usianya hampir sama dengan usia bapak saya, tanpa ragu saya menyapa mereka (memanggil namanya) saat masih duduk di bangku SMA. Tolak ukur moral/etika atau apapun namanya itu menurutku pada waktu itu terletak pada cara berpikir dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh orang yang lebih berumur daripada kita.

Sangat berbanding terbalik ketika saya memasuki dunia kampus, semuanya serba dimanipulasi, esensi "kanda" menjadi sikap dan tingkah laku atau ucapan sopan, semua itu diekspresikan melawan perintah emosi yang sebenarnya. Jika ekspresi yang sesungguhnya tampak terlihat dihadapan senior maka gertakan, hukuman pushup, kengkreng, lari mengitari lapangan/fakultas dan bully-an kreatif lainnya siap menyapa.

Sekarang ini saya sudah terlanjur nyaman dengan sapaan "kak" terhadap teman yang jumlah angka usianya lebih banyak denganku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline