Sampah adalah sesuatu yang menjijikkan bagi sebagian orang.
Sampah adalah barang yang tidak dipedulikan keberadaannya.
Namun, sampah jadi komoditi untuk mencari rezeki bagi pemulung
Tahun ini merupakan tahun perubahan bagi saya dalam pemilahan sampah. Sebelumnya saya kurang paham tentang pemilahan sampah baik itu organik maupun inorganik.Secara teori mengerti, tapi bagaimana cara melakukan dalam kehidupan sehari-hari belum mengetahuinya.
Cara pengelolaan sampah di RT saya dilakukan dengan swa Kelola, bukan dari Pemda lagi. Tiap awal bulan warga mendapat pembagian kantong sampah plastic berwarna hitam sambal diminta pembayaran iuran sampah.
Pembayaran sampah itu digunakan untuk membayar dua tukang sampah dan truk pengangkut sampat. Tugasnya tukang sampah adalah membersihkan jalan-jalan dan mengambil kantong sampah hitam. Jadwal pengambilan sampah tiga kali dalam seminggu yaitu selasa, kamis dan Sabtu. Sampah plastic hitam itu dipool di tiga tempat, lalu ketika truk datang, maka tukang sampah akan angkat sampah plastic itu dari pool pertama, pool kedua dan ketiga.
Sayangnya plastic sampah hitam yang dibagikan oleh petugas sampah untuk setiap rumah jumlahnya terbatasi sekitar 12 lembar untuks ebulan, jadi jatah itu pas sekali untuk tiap kali pembuangan sampah hanya satu kantong plastic. Padahal kamu butuh dua kantong plastic untuk organik dan inorganic sekali pembuangan.
Dalam jumlah kantung sampah yang terbatas, saya i tak mungkin memcampurkan sampah organik dengan inorganik dalam satu kantung yang sampah. Terpaksa saya selalu menggunakan kantung plastic putih untuk inorganic (kertas, botol plastik dari minuman , minyak, kaleng, plastik kemasan) dan plastic hitam untuk organik sisa makanan.
Setiap kali, akan membuang sampah, saya selalu bertemu dengan para pemulung yang datang duluan sebelum truk sampah tiba.
Dia mengorek dan mencari sampah inorganik dengan tangan atau alat . Jika menemukan sampah yang inorganic, dia langsung memasukkan ke dalam karung yang dibawanya. Kadang-kadang pemulung itu tak mengenakan sarung tangan hanya dengan telanjatang tangan mengaduk sampah dari kantung plastik hitam.
Saya tertegun melihat pekerjaan pemulung. Pekerjaan yang tak sepantasnya dikerjakan oleh seorang manusia, tapi mengapa pemulung itu mau mengerjakannya? Bagaimana pemulung itu dapat menghidupi dirinya atau keluarganya.? Apakah ini realitas kesulitan mencari pekerjaan yang layak itu jadi pilihan hidup yang terpaksa dilakukannya?
Sejak saat itu saya selalu memisahkan sampah inorganic dan menyerahkan kepada pemulung supaya dia tak usah repot untuk mengaduk-aduknya. Hampir tiap kali ada barang yang dapat diserahkan kepada pemulung seperti kemarin kami harus mengganti meja kerja anak, terpaksa harus membuang meja yang lama. Meja lama ini saya bingung apakah bagaimana cara menyerahkan kepada pemulung.
Namun, beberapa hari saya tak bertemu dengan pemulung yang berjalan kaki dan membawa karung itu lagi, Tiba-tiba saya mendengar teriakannya "koran-koran!" saya langsung berlari, cukup kaget karena pemulung itu tak lagi berjalan kaki telah bertransformasi . Dia tak lagi berjalan kaki, tapi dia sudah menggunakan motor yang digandengkan dengan gerobak kecil untuk sampah yang dikumpulkannya.