Matahari sudah condong ke barat ketika kami tiba disini. Aku melirik ponsel, waktu menunjukkan jam lima. Lumayan terasa lelah, lebih kurang sudah dua jam menyetir mobil sejak dari Banda Aceh. Maka, paslah kami serombongan mengambil waktu untuk rehat. Sembari melepas letih, sekaligus menikmati kopi hangat.
Di depan, sekitar delapan jam lagi waktu dibutuhkan untuk tiba ke tempat tujuan, yakni Kota Tapaktuan. Maka pilihan istirahat sejenak ditempat ini, diharapkan mampu memulihkan stamina dan memberikan kesegaran. Bagi pelintas, baik dari maupun menuju Banda Aceh beristirahat dilokasi ini, adalah pilihan yang baik untuk menikmati suasana senja.
Inilah Puncak Geurutee, sebuah destinasi yang berada di wilayah administraif Aceh Jaya. Disebut Puncak Geurutee karena memang berada di dalam kawasan gunung yang bernama Gunung Geurutee. Pada dasar nya objek ini tidak berada tepat dipuncak, melainkan berada pada sisi bukit dengan dinding batu yang keras. Di bawahnya tebing batu curam dan dalam, berbatasan langsung dengan lautan lepas Samudera Hindia.
Diantara dinding batu dan tebing curam inilah Jalan Banda Aceh - Calang membentang, meliuk dan berkelok mengikuti kontur bukit. Jalan ini merupakan jalur transportasi strategis yang menghubungkan ibukota propinsi Aceh ke kabupaten kota lainnya di wilayah barat dan selatan, seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Singkil. Kondisi geografis sedemikan rupa membuat jalan ini menjadi salah satu jalur paling rawan dan sulit dilalui.
Penampakan tebing laut Puncak Gunung Geurute ( Instagram @ig_aceh/ Foto by @ron_agusta /
Jalan ini sering sekali mengalami kemacetan karena sempit, apalagi disaat volume kendaraan melintas sedang tinggi. Jika didepan ada truk-truk bermuatan besar, kita mesti antre di belakang. Tidak semua sisi jalan yang bersebelahan dengan jurang terjal memiliki pembatas jalan. Melewati jalur ini mesti berhati-hati. Selain sempit juga rawan longsor. Sering terjadi kendaraan terperosok masuk kejurang, hingga menimbulkan korban jiwa.
Beberapa waktu yang lalu, pemerintah Aceh mewacanakan bagaimana dimasa depan jalur ini akan dibuat terowongan sepanjang 4,5 kilometer, dengan estimasi biaya 4 triliun rupiah. Menurut pendapat pakar, meski mahal nilainya sepadan dengan manfaat jangka panjang : memotong jalur ekstrem, akan membuka jalur transportasi dan logistik lebih aman dan efesien. Ketika akses jalan diperbaiki, pergerakan orang dan barang akan menjadi lebih cepat. Ini akan berdampak positif pada kegiatan ekonomi di wilayah pantai barat selatan Aceh.
Walaupun jalur ini rawan, tetapi menyimpan pesona. Pemandangan di bawah tebing sangat memanjakan mata. Panorama laut lepas yang biru, pulau-pulau kecil di depan mata bak memandang lukisan natural. Lanskap yang lengkap, perpaduan view perbukitan rimbun dan lautan biru memberi kesan eksotis.
Pondok -pondok yang berfungsi sebagai kafe berdiri berjejer diatas tebing. Ada pelataran terbuka tanpa atap, berlantai kayu. Tiang-tiang kayu yag kokoh menyangga dari bawah tebing. Beralaskan batu karang. Meja dan kursi di susun menghadap laut. Duduk dipalataran ini serupa duduk diatas balkon yang luas, berpayungkan cakrawala. Para pengunjung leluasa menikmati view yang tersaji ke segala arah.
Menyuruput kopi panas, ditingkahi angin sepoi-sepoi diketinggian menciptakan sensasi tersendiri. Banyak pilihan makanan tersedia. Sesuai dengan selera lidah masing-masing. Mulai dari jajanan ringan seperti snack maupun makanan yang bikin kenyang seperti Mie Aceh, dan lain-lain. Begitu juga dengan minuman, bagi yang suka minuman segar tersedia aneka jus, kelapa muda ataupun minuman botol.