Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Cerpen: Ketika Buih Ombak Menghapus Jejak

Diperbarui: 10 November 2021   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Cerpen : Ketika Buih Ombak Menghapus Jejak. Sumber: Dokumen Pribadi

Pantai berbuih seputih salju. Saling berlipat dan menggulung pelan-pelan. Lalu berkejaran. Saat melihat kaki jenjangmu menyentuh bibir pantai. Kau berlari kecil sambil berteriak kegirangan. Dan aku hanya mampu melihatmu dari kejauhan. 

Kau bukan lagi milikku. Gumamku. Meski selalu saja kau berharap aku membuka lembaran-demi lembaran waktu untuk mengisi harimu yang selalu kelabu. 

Kita berbeda kekasih. Katamu suatu pagi, saat kuceritakan mimpiku di malam perpisahan kita. 

Kita takkan pernah bisa menyatu. Katamu kemudian. Dan ombak pantai sedikit beriak. Mendengar kalimatmu yang seperti tak ingin di dengarnya. 

Begitupun aku, meski aku tak mampu lagi untuk menahanmu. Aku tak kuasa. Meski dalam dadaku bergemuruh suara permintaan agar kau terus bersamaku. 

Takada lagi waktu. Katamu lagi mengulang-ulang peristiwa yang semakin hari semakin terlihat terang. Dan semakin gelap bagiku. 

Apa yang kau cari dariku. Tiba-tiba aku bertanya itu padamu. Pertanyaan-demi pertanyaan yang tak pernah kau mampu jawab. 

"Kalau kita berbeda, kalau kita tak pernah bisa bersama, mengapa selalu saja kau mencari ku?" 

Pertanyaanku yang berulang-ulang dan hanya kau jawab dengan sorot matamu yang berlapis kaca, yang di sudutnya seperti menggenang mata air di kejauhan. 

"Aku tak tahu" jawabmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline