Lihat ke Halaman Asli

WongCilik123

simple life, simple thoughts

Malaikat Bernama Rapid Test Covid-19 Mandiri

Diperbarui: 24 Maret 2020   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : liputan6.com

Di tengah pandemi Covid-19, hampir semua negara kebingungan langkah apa yang harus diambil untuk menanggulanginya, jangankan kita di Indonesia, USA-pun kebingungan dan banyak membuat kesalahan, Trump yang menyepelekan di awal dan mengatakan Covid-19 adalah hoax, alat test yang hasilnya tidak akurat, dll yang menjadi ironi karena mereka adalah negara adidaya.

Ada 2 pandangan mayoritas yang saat ini beredar, yaitu lockdown total seperti Italy, atau rapid test (test cepat massal) + social distancing seperti Korea Selatan.

Keduanya ada untung ruginya, dan bahkan ada yang menyarankan keduanya harus dilakukan bersamaan, karena itulah yang dilakukan di China, mereka melakukan keduanya, bahkan dalam jangkauan yang ekstrem karena hampir seluruh negeri (bayangkan 1 milyar orang lebih) dilock down selama 1 bulan. 

Wuhan sendiri hampir 2 bulan di lockdown + test cepat massal + rs darurat dan bangunan2 dialihguna jadi rumah sakit (peningkatan kapasitas tempat tidur secara ekstrem) + 10% tenaga medis dari daerah lain semua dikirim ke Wuhan.

Harus kita akui, tidak ada negara lain yang memiliki sumber daya sebanyak China, dalam hal tenaga medis maupun segala sesuatu yang lain. Dan juga tidak ada  negara lain yang menganut totaliter/komunis dimana lockdown yang dilakukan adalah paksaan, bukan himbauan lagi. 

Bahkan banyak yang berkata kalo kita melanggar, bisa-bisa didor/ditembak mati di tempat. Dan hal ini jelas tidak bisa dilaksanakan di tempat lain. Bahkan Italy saja hanya partial/lockdown sebagian, setelah menyerah karena masih banyak yang keluyuran dan tidak ada perbaikan, baru 1-2 hari ini memberlakukan total lockdown.

Semua negara dalam dilema, apalagi perburukan ekonomi global sudah terjadi sejak tahun-tahun kemarin. Dengan ditambahnya masalah corona ini, apapun jalan yang diambil seperti buah simalakama.

Di lockdown, ekonomi terhenti dimana efeknya belum ada yang dapat memperkirakan, pemerintah harus menyiapkan bahan pokok yang cukup supaya tidak ada kelaparan dan kekacauan.

Tidak di lockdown, sangat sulit untuk menekan angka penularan, karena banyak rakyat yang tidak patuh dan banyak perusahaan yang belum siap dengan skema kerja di rumah, dimana akhirnya rakyat tetap harus berjubel naik transportasi umum.

Bila angka penularan tidak bisa ditekan, maka Rumah Sakit akan kewalahan dan tingkat kematian tinggi. Dan jangan lupa, social distancing tetap berefek ke ekonomi, sektor informal seperti ojol, rumah makan, tempat perbelanjaan, PKL dll juga tetap terimbas meski tanpa total lockdown.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline