Lihat ke Halaman Asli

Wisnu Wizzy Wardana

Program Doktor Ilmu komunikasi Universitas Sahid Jakarta

Adaptive Governance: Strategi Efektivitas Birokrasi Digital

Diperbarui: 7 September 2025   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (sumber: kompasiana.com)

Oleh: Wisnu Wardana

Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta

Pemerintah Indonesia terus memperkuat transformasi birokrasi melalui penerapan adaptive governance, sebuah pendekatan manajerial birokrasi yang mampu belajar, beradaptasi, dan bereaksi cepat terhadap dinamika lingkungan digital dan kebutuhan publik. Konsep ini berakar pada teori Digital Governance dan Smart Bureaucracy, yang menyasar birokrasi responsif, terintegrasi, serta berbasis data untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik.

Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menjadi pilar utama implementasi adaptive governance. Seiring RPJMN 2025-2029 dan RPJPN 2025-2045, digitalisasi birokrasi melalui SPBE ditetapkan sebagai agenda strategis nasional, meliputi perlindungan data, interoperabilitas, dan efisiensi layanan publik.

Fokus kebijakan ini diperkuat dengan pembentukan Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah yang diketuai oleh Menteri PANRB, yang dikembangkan untuk mempercepat realisasi Digital Public Infrastructure (DPI), termasuk identitas digital (Digital ID), pembayaran digital, dan pertukaran data (data exchange).

Sebagai bagian dari DPI, GovTech Indonesia (INA Digital) telah merilis tiga layanan strategis: INApas (identitas digital terpadu), INAku (portal pelayanan publik), dan INAgov (portal administrasi pemerintahan). Langkah ini merefleksikan struktur adaptive governance, infrastruktur digital sebagai fondasi tata kelola lincah dan responsif.

Penetrasi jaringan Palapa Ring dan pembangunan infrastruktur fiber optik secara nasional menjadi batu fondasi infrastruktur digital, ditargetkan menjangkau 90% wilayah dengan kecepatan minimum 100 Mbps. Langkah ini menjadi tiang penopang pemerataan akses digital sebagai prasyarat adaptasi birokrasi cerdas.

Namun, penerapan adaptive governance menghadapi tantangan nyata: infrastruktur dan SDM digital yang masih timpang, terutama di wilayah Indonesia Timur. Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menekankan perlunya kelembagaan birokrasi yang agile agar digitalisasi tidak sekadar wacana, tetapi efektif bekerja di level akar rumput.

Transformasi budaya birokrasi juga menjadi kunci. Standar Indeks Reformasi Birokrasi di K/L meningkat signifikan dari sekitar 52,31 pada 2014 menjadi 76,81 pada 2023; di provinsi, dari 41,62 menjadi 69,71; dan di kabupaten/Kota dari 55,97 menjadi 59,32, mengindikasikan dorongan adaptasi kelembagaan yang nyata.

Penguatan inovasi dan replikasi praktik baik di daerah didorong oleh Kementerian PANRB melalui Inovasi Daerah dan konsep Future Governance, sebagai esensi adaptive governance dengan paradigma "pemerintah bekerja bersama masyarakat", bukan sekadar mengatur. Dalam level teknokratis, penerapan SPBE dan GovTech menghadirkan potensi integrasi data secara real-time, efisiensi proses administrasi, serta basis data tunggal (one data), semua ini menjadi landasan operasional adaptive governance yang efektif dan akuntabel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline