Lihat ke Halaman Asli

William Sasuga

Siswa SMA Kolese Kanisius

Canisius College Cup Bukan Sekadar Lomba, tetapi Cerminan dari Tanggung Jawab akan Hal Kecil

Diperbarui: 26 September 2025   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Balita yang Disuapi Makan Bergizi Gratis (Sumber: bbc.com)

Setiap acara besar selalu menyimpan cerita, bukan hanya tentang kemeriahan, tetapi juga tentang detail kecil yang sering kali luput dari perhatian.

Canisius College Cup ke-40 yang diselenggarakan pada 20--27 September adalah salah satu acara terbesar Kolese Kanisius yang dikenal di seluruh Jakarta. Acara ini sudah menjadi tradisi tahunan yang selalu ditunggu oleh banyak pihak, baik siswa, alumni, maupun sekolah lain yang ikut berpartisipasi. Dalam seminggu penuh, gedung-gedung Kanisius ramai oleh suara sorak, musik, dan pertemuan berbagai komunitas yang saling mendukung. Suasana besar ini memberi kebanggaan, tetapi juga menghadirkan tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya.

Rangkaian perlombaan yang diadakan begitu beragam, mulai dari olahraga hingga seni. Setiap lantai diisi dengan kegiatan yang berbeda, sehingga seluruh gedung seperti berdenyut hidup. Panitia, termasuk saya sendiri, bekerja keras menjaga agar setiap pertandingan berjalan lancar sesuai jadwal. Dari luar, semuanya tampak rapi, namun jika diperhatikan lebih dekat, ada detail kecil yang sering luput dari perhatian.

Salah satunya terlihat saat perlombaan pencak silat di aula lantai 7 gedung Ignatius. Pertandingan berlangsung seru, penonton memberi dukungan dengan penuh semangat, dan suasana terasa hidup. Namun, area di sekitar pintu aula sering dipenuhi pengunjung yang berkumpul, duduk, bahkan meninggalkan sampah kecil. Alur masuk dan keluar menjadi terhambat, membuat saya berpikir apakah hal ini sekadar kebiasaan biasa atau sebenarnya sesuatu yang merugikan banyak orang.

Kondisi itu mengingatkan kita bahwa sebagai pengunjung, kita juga membawa tanggung jawab terhadap kenyamanan bersama. Menjaga jalur tetap terbuka, tidak mengotori area, dan memberi ruang bagi orang lain adalah bagian kecil dari rasa saling menghargai. Mungkin tidak ada niat buruk dari mereka yang berkumpul di depan pintu, tetapi apakah tanpa sadar tindakan itu membuat orang lain terganggu? Pertanyaan sederhana ini menuntun kita pada refleksi tentang bagaimana seharusnya kita bersikap dalam ruang publik.

Dari sisi panitia, hampir seluruhnya terlihat bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Setiap divisi berusaha memenuhi tugasnya, mulai dari logistik, keamanan, hingga konsumsi. Namun, di selasar lantai 3 gedung Ignatius, yang dipenuhi pilar-pilar besar, saya melihat kenyataan berbeda. Beberapa panitia tampak beristirahat lama di balik pilar, seolah tidak ingin terlihat, sementara rekan lain sibuk memastikan jalannya acara.

Tentu saja rasa lelah wajar muncul dalam acara besar seperti ini. Tapi ketika ada panitia yang memilih bersembunyi, beban kerja otomatis jatuh pada rekan lainnya. Situasi seperti ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam kerja tim. Semua orang tahu bahwa tugas acara ini tidak ringan, sehingga keterbukaan dan kesediaan untuk tetap terlibat menjadi hal yang tidak bisa ditawar.

Jika detail kecil terabaikan, wajah besar acara ini bisa ternodai.

Pengalaman kecil ini membuat saya teringat pada peristiwa besar yang ramai diberitakan awal tahun. Pada Januari 2025, pemerintah meluncurkan program makanan gratis bagi jutaan masyarakat. Niatnya begitu mulia, yaitu memastikan anak-anak sekolah dan masyarakat yang membutuhkan tetap mendapatkan gizi yang layak. Namun, di Jawa Barat muncul kasus keracunan makanan yang menimpa lebih dari 6.000 orang, termasuk 1.000 anak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline