Lihat ke Halaman Asli

Widodo Antonius

Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Sekali Selingkuh, Akankah Selalu Selingkuh?

Diperbarui: 18 Juli 2025   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Gambar dari Canva

Sekali Selingkuh, Akankah Selalu Selingkuh?

Oleh: Widodo, S.Pd.

Menurut saya, ada dua kata kunci dalam kasus perselingkuhan: niat dan kesempatan. Pernyataan ini mungkin terdengar klise, terlebih setelah sering diulang-ulang oleh Bang Napi dalam acara kriminal di televisi. Tapi percayalah, kalimat itu sederhana sekaligus menggugah kesadaran kita. Karena pada kenyataannya, begitu seseorang tergoda untuk berselingkuh---apalagi sampai melakukannya---besar kemungkinan ia akan mengulanginya lagi. Mengapa?

Saya sendiri pernah berada dalam situasi yang sangat menggoda, meski syukurlah, saya tidak sampai tergelincir. Saat itu, saya masih guru muda dari kampung, bekerja di sekolah swasta di Jakarta. Suatu ketika, saya sering dimintai waktu untuk konsultasi oleh seorang ibu rumah tangga---orang tua dari murid saya---yang kebetulan sedang dalam kondisi single parent. Kami sering bicara serius tentang perilaku anaknya, saya merasa tertantang untuk membantu karena saya sedang rajin-rajinnya membaca buku psikologi tentang "tabung emosi anak". Namun, perlahan perhatian saya bergeser---bukan lagi pada masalah anak, tapi pada sosok ibunya.

Di sinilah letak bahayanya. Fokus membantu bisa berubah jadi fokus pada hasrat. Tapi saya bersyukur masih eling lan waspada. Karena kesempatan saja tidak cukup tanpa niat. Saya memilih untuk tidak menumbuhkan niat itu. Namun bagaimana dengan orang lain?

Saat Niat dan Kesempatan Bertemu

Perselingkuhan kerap terjadi saat seseorang merasa tidak puas dalam hubungan: bisa secara emosional, bisa juga secara fisik. Mungkin pasangan tidak lagi memberi perhatian, tidak lagi hadir secara utuh, atau tak lagi jadi teman bicara yang nyaman. Lalu muncul pihak ketiga yang tampak penuh perhatian, hangat, dan mengisi kekosongan. Di situlah celah menganga.

Selain ketidakpuasan, komunikasi yang memburuk, krisis identitas (seperti mid-life crisis), dan karakter pribadi yang lemah terhadap godaan juga jadi pemicu. Dalam masyarakat kita, godaan itu bisa datang dari rekan kerja, grup WhatsApp alumni, sampai hubungan yang bermula dari "kebetulan" nonton konser bareng---seperti isu perselingkuhan CEO dengan Kepala HRD yang sempat ramai belakangan ini.

Yang ironis, banyak pelaku selingkuh tidak berhenti pada satu kali. Karena sekali ia melanggar batas, rasa bersalahnya mengecil, dan jalan pengulangan menjadi lebih mudah. Layaknya pencuri yang sukses lolos pertama kali, ia akan mencoba lagi---dengan trik yang lebih halus.

Laki-laki atau Perempuan, Sama-sama Rentan

Selingkuh bukan soal jenis kelamin. Laki-laki mungkin lebih rentan dalam perselingkuhan fisik, didorong oleh kebutuhan seksual atau ego. Perempuan, sebaliknya, lebih banyak terlibat dalam perselingkuhan emosional---karena merasa tidak dipahami, tidak dihargai, atau merasa kesepian dalam rumah tangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline