Di ketinggian sekitar 609 meter di atas permukaan laut (mdpl), tersuguhkanlah panorama alam menghijau dari spot bernama Solia Hill. Sejauh memandang, hamparan pepohonan telah menghijaukan mata, meski terlihat juga beberapa area terbuka yang sedang aktif melakukan kegiatan pertambangan.Pada dekade 1970an hingga 2000an, Solia Hill adalah area terbuka untuk kegiatan tambang terbuka yang penuh dengan debu akibat dikeruk lapisan tanahnya untuk mendapatkan saprolite ore. Saprolite ore ini adalah bahan dasar untuk mendapatkan bijih nikel. Material ini berada sekitar 40 meter di bawah lapisan permukaan tanah.
Dari bijih nikel berbahan saprolite ore inilah, PT Vale Indonesia (PTVI) -- dulunya bernama INCO -- telah menghidupkan Kota Sorowako -- kota yang berpenduduk lebih dari 10 ribu jiwa. Kota yang berjarak hampir 600 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan ini telah sejak 1968 menjadi lokasi PTVI memulai bisnis nikel pertamanya di Indonesia. Sorowako tercatat juga menjadi kota tambang nikel tertua dan pertama di Indonesia yang dieksplorasi oleh swasta. Produk akhir yang dihasilkan oleh PTVI dari proses tambangnya bernama nikel matte.
Kini, area konsesi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) -- dulu bernama Kontrak Karya -- milik PTVI seluas 118.017 hektar (Ha). Area itu tersebar di tiga provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Untuk konsesi tambang di Sorowako tercatat seluas 70.566 hektar.
Dari luasan konsesi tersebut, area terbuka yang aktif untuk ditambang oleh PTVI hingga April 2025 tercatat seluas 5.969,69 hektar. Sementara pencapaian reklamasi hingga periode sama seluas 3.819,64 hektar dengan jumlah pohon yang telah ditanam sebanyak 5,1 juta pohon.
"Dulu Solia Hill ini adalah area tambang. Tapi, sejak 2018 pertambangan di sini sudah berakhir," kata Manager Mine Production Sorowako PT Vale Indonesia, Abdul Rauf ketika menjelaskan area spot Solia Hill ini.
Solia Hill ini hanya salah satu dari lokasi bekas tambang yang telah direklamasi di Blok Sorowako. Lokasi lain yang dijadikan capaian penting PTVI dalam melakukan reklamasi area tambang terdapat juga di Himalaya Hill. Di areal seluas 31,04 hektar ini PTVI menggandeng pemerintah daerah bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) University untuk melakukan reklamasi lahan tambangnya.
Secara umum di area reklamasi ini pihak PTVI mengelompokkan jenis tanamannya menjadi lima. Kelimanya terdiri dari tanaman penutup tanah seperti rumput dan kacang-kacangan, pohon perintis, pohon lokal, tanaman multiguna serta pohon endemik semacam eboni, dengen hingga pohon sarkoteka.
Khusus di area Himalaya Hill, pihak PTVI memiliki 40 jenis pohon. Reklamasi di area ini telah dimulai sejak 19 tahun lalu. Keberhasilan menghijaukan kembali areal bekas tambang ini telah mendapat banyak apresiasi. Pada 2024, reklamasi pascatambang ini telah memberi salah satu kontribusi penting atas raihan PROPER Emas yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penghargaan lainnya juga didapat lewat predikat Aditama dan trofi terbaik untuk tiga aspek, yakni aspek pengelolaan teknis pertambangan, penerapan konservasi mineral hingga aspek pengelolaan lingkungan pertambangan.
Bahkan area reklamasi tersebut telah dijadikan etalase bagi PTVI untuk menunjukkan bahwa komitmen good mining practices tak hanya menjadi jargon korporasi.
"Ini sudah menjadi komitmen perusahaan yang bersifat nyata," kata Group Leader Surveyor GIS PT Vale Indonesia, Nadira.
Arena penghijauan oleh PT Vale Indonesia di Kota Sorowako. (Sumber: Dokumen pribadi)