Melihat kakek-nenek bekerja di sini bukanlah merupakan pemandangan yang aneh lagi, baik itu sebagai tukang parkir mobil di supermarket, penjaga kebersihan apartemen, cleaning service di stasiun-stasiun kereta ataupun sebagai pegawai di toko-toko makanan dan pakaian. Itu yang membuat saya berdecak kagum, para manula ini pun tidak malu loh melakukan second job yang jauh berbeda dengan kerjaan pertamanya, misalnya saja seorang manajer perusahaan tapi setelah pensiun masih terlihat enjoy juga ketika menjalankan tugasnya sebagai penjaga perpustakaan atau pelayan toko. Ya, begitu produktifnya mereka mengisi waktu luangnya dengan bekerja apa pun, yang saya yakin bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata tapi adalah untuk membunuh penyakit tua, yang bagi para manula di Jepang itu adalah musuh bebuyutannya. Di Jepang masa pensiun adalah masa yang paling ditakutinya, karena merasa dirinya akan dianggap tidak berguna lagi, itu seakan menjadi momok yang sangat menakutkan, padahal yah kalo dilihat dari usia pensiun di Jepang yang 60 tahun, itu berarti 4-5 tahun lebih lama, dibandingkan dengan Indonesia yang usia pensiunnya itu berkisar antara 55-56 tahun. Contoh yang paling dekat dengan saya, adalah bapak dan ibu mertua, setelah pensiun saya melihat mereka bukan hanya duduk diam dan menikmati uang pensiunnya saja tapi ya itu, berusaha mencari second job untuk kesibukannya sehari-hari, bapak mertua yang saya panggil Otousan, adalah seorang Navy, yang setelah pensiun langsung melanjutkan pekerjaan keduanya sebagai pegawai administrasi di suatu perguruan tinggi yang letaknya di luar kota! Saya bisa melihat betapa stuggle-nya beliau ketika Senin pagi buta sudah mengendarai mobilnya ke tempat tugas, dan selama seminggu tinggal di asrama, lalu Jum`at malamnya balik ke rumahnya, dan rute Chiba-Gunma, dengan usia beliau yang tidak muda lagi, dengan mengendarai mobil berjam-jam seorang diri sempat membuat kami begitu khawatir. Dan ibu mertua, yang saya panggil dengan sebutan Okaasan, beliau setelah selesai tugasnya sebagai pegawai tetap kantoran, setelah pensiun sangat sibuk mencari lowongan untuk kerja paruh waktu, misalnya saja sebagai sales kartu kredit, pegawai administrasi di kantor hukum pun pernah dijalaninya. Sampai saya terkadang malu loh, mereka saja yang sudah tua begitu semangat, kok saya bisa `lembek` gini sih hanya karena alesan saat itu tidak bisa bahasa Jepang saja! Padahal kalo mau usaha, kan bisa belajar dari sekarang, lagian gak usahlah terlalu berharap kerja seperti dulu lagi, bagi saya bekerja apa pun, sebagai kasir convenient store atau kerja di café dan supermarket juga tidak apalah, yah daripada bengong di rumah. Di Jepang selain suami yang mendapat uang pensiun yang disebut kokumin nenkin (国民年金), sang istri juga mendapatkan uang pensiun loh! Lucu ya! Ya, uang pensiun untuk istrinya itu, dulunya sang suamilah yang membayarnya ketika masih kerja, jadi ya lumayan banyak juga potongan dari gaji suami ketika masih bekerja dulu, ada potongan pajak, pensiun, kesehatan, dll. Saya juga sempet tidak percaya loh kalau saya juga akan mendapat uang pensiun nanti, tapi terbukti adanya surat yang datang setiap tahunnya dari pemerintah yang menginformasikan tentang perincian uang pensiun untuk sang istri yang sudah terkumpul, waduhh duhh selain ada perasaan tenang dan senang karena walau tidak bekerja saya akan mendapatkan uang pensiun nanti, selain itu juga terpana dengan kehebatan dan kerapian sistem kerja pemerintah yang sangat transparan ini membuat saya semakin berdecak kagum! Yang hebatnya itu, walau kakek nenek ini tiap bulannya mendapat kokumin nenkin (国民年金), uang pensiun dari pemerintah, mereka tidak ingin hanya berpangku tangan saja, selain second job yang menghasilkan uang tambahan itu, mereka juga aktif dalam kegiatan volunteer yang bersifat sukarela, bekerja tanpa bayaran loh! Dan ini bisa dilihat di setiap kota yang mengadakan suatu kegiatan yang berada dalam pengawasan Shiyakusho (市役所), city hall setempat untuk membuka kelas bahasa Jepang, yang diperuntukkan untuk orang asing yang tinggal di Jepang, dengan tujuan untuk memudahkan para orang asing ini beradaptasi terhadap lingkungannya. Dan kelas bahasa Jepang ini pernah saya ikuti, yang faedahnya sangat berguna bagi kehidupan saya sehari-hari sekarang ini. Dan guru-guru pembimbing dalam kelas itu adalah para volunteer kakek-nenek yang usianya hampir sama dengan usia orang tua saya. Yah semangat 45 para manula di sini, jadi semakin memotivasi kami yang terkadang suka maju-mundur bahkan patah semangat untuk terus berusaha sampai titik darah penghabisan, di mana keinginan untuk terus berusaha itu yang maknanya ada dalam kata Jepang yang sangat sakti yaitu: GANBARU (頑張る), yang ternyata mempunyai arti yang sangat dalam bukan hanya untuk kaum muda saja tapi untuk para manula pun, yang berarti mereka pun akan “ganbaru” sampai usia menutup mata, di mana mereka akan selalu berusaha untuk menjadi manfaat bagi orang banyak. Suatu hal yang sangat terpuji dan wajib kita teladani bersama-sama. Salam Hangat, wk Image :artbank.co.jp
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI