Lihat ke Halaman Asli

Kevin William

Football Enthusiast

Jerman Asik Main Politik, Lupa Main Bola

Diperbarui: 3 Desember 2022   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timnas Jerman dengan gestur menutup mulut sebagai bentuk protes. (sumber: Twitter @brfootball)

Jerman baru saja menelan pil pahit pada partai pertama mereka di Piala Dunia Qatar. Die Mannschaft yang tampil dominan dibuat tersungkur oleh Jepang, setelah Yuto Nagatomo dan kawan-kawan berhasil comeback dan menang dengan skor akhir 1-2.

Sebelumnya Jerman telah unggul lebih dulu lewat gol penalti Gündogan di babak pertama yang didapat setelah kiper Jepang, Shuichi Gonda, menjatuhkan bek kiri Jerman, David Raum.

Di babak kedua, Jepang sukses membalikkan keadaan berkat kerja keras mereka. Ritsu Dōan dan Takuma Asano menjadi pahlawan kemenangan Jepang setelah mencetak dua gol hanya dalam waktu 8 menit (75' dan 83').

Jerman yang tampil dominan tentu menjadi tim yang 'seharusnya' memenangkan pertandingan ini. Namun mengingat aksi mereka di lapangan, saya pun yang mendukung timnas Jerman menjadi tidak simpatik atas kekalahan mereka. Sebab, para pemain sepertinya lebih asik bermain politik ketimbang bermain bola di turnamen ini.

Dilarangnya pemakaian ban kapten One Love oleh FIFA membuat mereka kecewa, namun perjuangan tidak terhenti sampai di situ.

Menanggapi hal tersebut, Thomas Müller menulis naskah pernyataan panjang lebar di akun Instagramnya sebelum pertandingan kontra Jepang. Di sini sudah terbayang kemana fokus pemain Jerman ini tertuju. Bukannya sibuk menyiapkan mental, eh sang pemain malah berorasi.


Dan benar saja. Para punggawa Jerman sempat-sempatnya melakukan aksi protes yang terbilang 'receh' sebelum bermain. Mereka melakukan sesi foto tim dengan gestur menutup mulut sebagai tanda bahwa suara mereka 'dibatasi' selama bermain di Qatar. Menurut mereka, timnas Jerman memiliki nilai-nilai yang dipegang oleh punggawa mereka, yaitu keberagaman dan saling menghormati.

Jika nilai-nilai yang dimaksud berhubungan dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dan orientasi seksual, menurut saya ini sebuah komedi ironi. Sebab sebetulnya tuan rumah telah lebih dulu berusaha mewujudkan nilai-nilai tersebut, walaupun tidak sempurna.

Qatar jelas-jelas tidak bisa mentolerir aktivitas yang berunsur LGBTQIA+ di tanah mereka. Kepala keamanan Piala Dunia Qatar, Abdullah Al Nasari juga telah secara tegas menyatakan bahwa tuan rumah tidak akan merubah agama mereka hanya untuk sebuah turnamen 28 hari. Namun apakah mereka juga melarang penyuka sesama jenis menginjakkan kaki di stadion?

Tidak. Dengan kerendahan hati mereka, mereka tetap menerima golongan tersebut untuk hadir di stadion dan menikmati turnamen akbar ini. Jika itu bukan yang dimaksud keberagaman dan saling menghormati, saya tidak tahu lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline