Lihat ke Halaman Asli

Syair Sang Muda

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jiwaku bergerak dalam nalar bergulir berdesir.
Mengokohkan jiwa dalam bayangan akal yg tak beralas.
Cumbulah otakku dengan bumbu-bumbu manis pengetahuan.
Gerak berseri, naluri bercerita.

Aku lama terlelap,
Dalam mimpi serangkai puisi,
Iya, kutahu dimana kehebatan berdomisili,
dari suara-suara teriakan berlari menukik sepi,
sulit terasa perjuangan jemari,
melukis dinding-dinding bersih melucu tapi suci,

iya, ku butuh kepastian,
bukan impian, angan, harapan, atau jenaka perawakan.
Jalan. . . .
Jalan. . . .
Berikan kesempatan, memperkosa otak kalian.
Sejenak, pembebasan akan mulut yg telah lama disekap keadaan.
Bersuara kawan, , ,
Jalan masih banyak pengemis jalanan peminta jawaban,

Iya, itu yang kumaksud, , ,
Waktu mulai mengabaikanku,,
Bantu aku mengecup bisu,
Temukan kalian dalam dirimu,

Hey, jangan jadi pengecut keparat bejat pembinasa rakyat,
Kutitipkan ilmu sesaat bukan untuk sesat.
Ini bukan panggungmu seorang,
Karena aku berkarya dengan kata, dan puisi adalah senjata.

Puisi ini masih kan terus mengawali, tanpa mengakhiri,
Kata menyapa, raga tak bernyawa,
Gorok nadiku, temukan sisa-sisa bait warisan teriakan.
Tumpahkan darahku, disanalah pertanyaan tentang kegelisahan.

"DALAM NEGERI YG TERLELAP DALAM TIDURNYA, KESADARAN ADALAH BARANG LANGKA YG SEJENAK TERABAIKAN, HATI NURANI DIBUNGKAM OLEH PIKIRAN TERACUNI, HINGGA KEADILAN DITAWAR MURAH OLEH KEMATIAN. SIAPAPUN ITU, DUNIA BUTUH PENANTANG. MESKI DI DEPANNYA AJAL MENGHADANG. DIAM ADALAH PENGKHIANATAN"

(ALFIYAN P.)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline