Lihat ke Halaman Asli

UMU NISARISTIANA

Content Writer

Sulitnya Menjadi Orangtua bagi Generasi Z

Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Rasanya sejak pandemi, anak-anak semakin kenal dan lekat dengan smartphone dan internet. Bahkan anak-anak sekolah dasar saat ini sudah bisa membuat video jedag-jedug di TikTok, memiliki akun Instagram dan membuat grup Whatsapp yang beranggotakan bestie (read: sahabat) mereka. Beberapa diantaranya bahkan sudah mengalami kecanduan smartphone ditandai dengan perilaku agresif yang mereka tampilan saat dibatasi atau dilarang menggunakan smartphone.

Menjadi orang tua bagi generasi Z (kelahiran 1995-2010) memiliki tantangan tersendiri, terlebih para generasi Y (kelahiran 1977-1994) yang masa remajanya tidak semudah saat ini dalam mengakses teknologi internet. Sehingga, bagi generasi Y teknologi internet masih menjadi hal baru. Berbeda dengan generasi Z, mereka sudah berkenalan dengan komputer-laptop, handphone-smartphone dan internet sejak bayi. Bahkan, mereka jauh lebih handal dalam memahami penggunaan teknologi internet meskipun tanpa dibimbing dan melihat berbagai macam tutorial.

Meskipun saya belum memiliki anak kandung, tapi saya dikelilingi oleh anak-anak generasi Z mulai dari adik bungsu dan keponakan-keponakan saya. Untuk memantau, mengontrol dan membimbing mereka harus dengan pendekatan baru, sebab pendekatan konvensional sudah tidak relevan dengan karakter mereka. Jika kita memaksakan menggunakan pendekatan lama, mereka cenderung akan bersikap tertutup dan menjauh dari keluarga.

Satu mingggu yang lalu, saya membaca buku milik R.D Asti berjudul Parenting 4.0 Mendidik Anak Di Era Digital. R.D Asti merumuskan pendekatan baru dalam hal parenting bagi anak generasi Z, ia sebut dengan istilah teknik penyesuaian pengasuhan. Bisa saya simpulkan, teknik ini memposisikan orang tua untuk menyesuaikan diri terhadap dinamika anak. Bukan justru sebaliknya (pengasuhan konvensional).

Paling tidak ada lima poin penting yang saya rangkum untuk dijadikan sebagai bahan inspirasi saya saat mengasuh anak generasi Z yaitu:

1. Tetapkan batasan, rutinitas dan pedoman menggunakan gadget

Tampaknya saat ini melarang anak menggunakan gadget adalah sebuah hal yang mustahil terlebih pasca pandemi. Alternative solusi dari situasi ini adalah diskusi antara orang tua dengan anak untuk bersama-sama membuat kesepakatan terkait batasan, rutinitas dan pedoman menggunakan gadget. Dan kesepakatan ini harus di jalankan oleh kedua belah pihak secara bertanggung jawab. Jika memang usia anak belum mampu untuk diajak berdiskusi, orang tua memiliki hak untuk merancang dan membangun situasi mengenai batasan, rutinitas dan pedoman menggunakan gadget.

2. Menjelaskan manfaat dan konsekuensi

Saya setuju bahwa generasi Z merupakan generasi yang kritis dan memiliki keberanian untuk menyampaikan isi kepalanya. Untuk mengimbangi karakter seperti itu, sudah tidak relevan jika orang tua hanya melarang-larang tanpa memberikan pengertian dan alasan terkait larangan tersebut. Dengan memberikan penjelasan alasan dan konsekuensi atas larangan tersebut juga bermanfaat bagi generasi Z untuk memperkenalkan cara kerja dunia secara realistis sehingga mereka mampu terbiasa untuk berfikir panjang atas keputusan yang akan mereka buat.

3. Beri pujian yang akurat

Kemampuan berfikir kritis generasi Z membuat mereka membutuhkan pujian yang akurat. Bukan sekedar kalimat "kamu pintar" atau "kamu hebat" tetapi mereka membutuhkan penjelasan atas kata "pintar" dan "hebat" tersebut. Contoh: "Terima kasih, selama satu minggu ini sudah membantu pekerjaan ibu membereskan tempat tidur, kamu hebat sekali.". Pujian yang akurat mampu membantu anak dalam menterjemahkan apa yang spesial dari diri mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline