Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Krisis Lanjutan Modernisme: Manusia dan Batasnya

Diperbarui: 1 Juli 2025   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah pelajar SMA di Jakarta menggelar aksi protes perubahan iklim di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/3/2019). Kompas.com

- The Earth is not a globe, but a fragile, interdependent network - Bruno Latour (Facing Gaia, 2010)

Ada kritik tajam berdimensi mitologi-kultural dari Jean Couteau terhadap para penguasa dunia yang gemar mengumbar perang--Trump, Netanyahu, juga Putin. Kritik yang penting direnungkan. 

Budayawan Perancis yang ahli Bali ini menulis di kolom Udar Rasa, Kompas. Judulnya "Dari Primata Menjadi Manusia." 

Jean Couteau menggunakan mitologi Prabu Watugunung sebagai basis kritiknya. 

Watugunung adalah anak yang diramal bakal mengakibatkan kekacauan besar. Kelak, selain sakti mandraguna, ia melakukan penaklukan, penghancuran lantas sentralisasi kekuasaan. Termasuk dalam rangkaian ini adalah dengan penaklukan kerajaan ayahnya sendiri, Raja Kulagiri atau Prabu Palindriya (Resi Dadapan).

Couteau mengatakan jika Watugunung sempat diasuh oleh ibu dan ibu tirinya sebelum akhirnya diusir karena suka membuat onar. Namun ada versi yang bilang sejak diramal menjadi penyebab kekacauan, anak ini sudah dibuang dan dibesarkan seorang pertapa.

Sesudah bertahun-tahun dalam pembuangan hingga penaklukan, Watugunung akhirnya tiba di rumah yang menolak dirinya. Ia kemudian bersenggama dengan ibunya sendiri, Ratu Sinta, dalam ketidaktahuan. Ada versi yang mengisahkan jika hubungan inses ini melahirkan 27 keturunan yang nama-namanya menjadi "wuku" sistem peninggalan Jawa.

Sementara dalam udar rasa Couteau, hubungan itu hanya berlangsung semalam. Sinta, ibu kandung yang malu luar biasa, kemudian memprovokasi Watugunung untuk menyerbu khayangan dan berencana menikahi Ni Nawang Sari, istri Dewa Wisnu. 

Penyerbuan ini adalah puncak dari kisah Watugunung, pertanda akhir sejarah. Dia takluk tapi Dewa Wisnu tidak membunuhnya. Ada suara dari yang berwasiat begini.

"Dan Watugunung, mulai kini, engkau menjadi penguasa waktu. Kutempatkan engkau di minggu terakhir dalam siklus Pawukon Jawa. Dan ibumu---yang mengawali hidupmu---menempati minggu pertama dalam siklus berikutnya. Di antara kalian, kupasang satu hari pemisah: hari terakhir dalam pawukon---hari Saraswati."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline