EKONOMI INDONESIA MELAMBAT JEPANGPUN HADAPI TEKANAN EKONOMI, TAPI PELUANG KARIR DI LUAR NEGERI MALAH MELESAT : JEPANG LADANG EMAS BERKARIR !
Oleh : Tun Ahmad Gazali,SH.,M.Eng.Ph.D. *)
Selasa 24 Juni 2025 sore kemarin, saat hujan kembali membasahi Kota Kitakami yang terus nikmat diguyur hujan sejak semalam, sambil menyiapkan diri untuk pulang kerja, Penulis membuka beberapa beberapa media daring untuk mengikuti kabar terbaru dari tanah air dan seputar dunia. Dan di antara banyak berita, satu tajuk langsung menarik perhatian, yaitu "Simak! Ini Ramalan Terbaru Bank Dunia soal Ekonomi RI yang Penulis baca di media online DetikFinance tertanggal 24 Juni 2025.
Bukan sekadar prediksi spekulatif, berita tersebut merangkum laporan resmi Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2025 yang baru saja dirilis oleh Bank Dunia. Carolyn Turk, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, menyampaikan proyeksi yang cukup mencemaskan: pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya akan mencapai 4,7% pada 2025 --- lebih rendah dari target pemerintah yang optimis di angka 5,1%. Dikutip dari laporan lengkap World Bank Global Economic Prospects (Juni 2025), disebutkan beberapa faktor utama yaitu ketidakpastian geopolitik global yang masih berlanjut, harga komoditas ekspor andalan Indonesia (seperti batu bara, CPO, dan nikel) yang cenderung melemah serta perlambatan aktivitas manufaktur nasional akibat tekanan global supply chain. Inilah alarm ekonomi yang tidak boleh kita abaikan.
Disisi lain, sejak beberapa bulan terakhir Penulis juga mencermati situasi ekonomi Jepang saat ini. Secara umum memang Penulis mendapati bahwa Jepang menghadapi tekanan ekonomi, tapi belum dalam krisis parah karena saat ini masih berupa kondisi campuran yang perlu ditelaah lebih jauh.
Memang Pertumbuhan Jepang melambat, bahkan terjadi kontraksi; kemudian Pemerintah Jepang dan Bank of Japan (BoJ)juga melakukan beberapa revisi proyek serta forecast mereka, dan adanya resiko Risiko eksternal karena Kebijakan tarif AS yang lebih proteksionis menimbulkan ketidakpastian, membebani ekspor dan kepercayaan bisnis ditambah Rasio utang Jepang saat ini yang mencapai melebihi 230% terhadap GDP dimana hal itu menambah beban fiskal.
Tetapi untungnya masih ada tanda-tanda harapan dengan pemulihan manufaktur & jasa meski baru bersifat awal. Disi lain Ekonomi Jepang juga terus mencatatkan pertumbuhan ekonomi internalnya ditambah berbagai upaya Bank of Japan (BoJ) yang selalu bersikap hati-hati dalam mempertahankan posisi sambil menunggu data inflasi dan dampak eksternal.
Namun demikianlah, sebagaimana kata peribahasa "Di balik kesulitan ada kemudahan", begitu pula yang terjadi di balik bayang-bayang kelabu perlambatan ini, yaitu ada peluang besar, masih ada pintu karier global yang justru sedang dibuka lebar oleh negara lain, salah satunya adalah Jepang.
Negeri sakura saat ini tengah mengalami krisis demografi akut dimana tingkat kelahiran stagnan di angka 1,26 anak per perempuan (Statistics Bureau of Japan, 2024), sementara populasi lansia terus melonjak hingga 29,1% penduduknya kini berusia 65 tahun ke atas dan hal ini adalah yang tertinggi di dunia. Sisi lain dari krisis demografi Jepang bisa dilihat dari perkembangan dan tren penduduk Jepang dari 1960 hingga 2025. Penulis menemukan data dari World Bank (2023), Statistics Bureau of Japan (2024) serta UN World Population Prospects (2022) bahwa populasi Jepang pernah meningkat tajam dari 94,3 juta jiwa pada 1960, 117 juta jiwa pada 1980, 126,8 juta jiwa pada 2000 hingga mencapai puncaknya sekitar 128,1 juta jiwa pada 2010 tetapi setelah itu, jumlah penduduk mulai menurun secara konsisten akibat rendahnya angka kelahiran dan penuaan penduduk yaitu menjadi 125,7 juta jiwa pada 2020, 123,3 juta jiwa pada 2025 dan diperkirakan akan terus turun hingga menjadi sekitar 101 juta jiwa pada tahun 2035 nanti.
Hasil paling sederhana dari mencermati grafik dan informasi demografi diatas adalah sebuah fenomena yang berdampak besar pada berbagai aspek sosial dan ekonomi, termasuk ketimpangan antara jumlah pekerja produktif dan penerima pensiun, serta kebutuhan layanan kesehatan dan sosial yang meningkat; dan yang paling utama dan terkait dengan tema tulisan ini adalah kekurangan tenaga kerja yang melanda hampir semua sektor produktif Jepang.
Ditambah lagi Penulis mencermati data dari Ministry of Health, Labour and Welfare Jepang yang menyebutkan bahwa hingga Oktober 2024, jumlah pekerja asing di Jepang mencapai rekor baru: 2,3 juta orang, meningkat 12,4% dari tahun sebelumnya. Yang menarik, pekerja asal Indonesia naik drastis sebesar 39,5%, menempati peringkat atas dalam daftar sumber tenaga kerja asing.