Lihat ke Halaman Asli

Bahasa Kias Minangkabau: Kontrol Sosial dalam Bertutur

Diperbarui: 20 Juli 2022   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa adalah suatu produk yang peka budaya. Setiap kebudayaan nemerlukan bahasa sebagai penegas dan pendefenisi bagi instrumen-instrumen kebudayaan yang bekerja dalam masyarakat. Bahasa tidak bisa lepas dari kebudayaan, sebab bahasa merupakan refleksi utama dari suatu kebudayaan.

Alam pikir dari suatu kebudayaan didefenisikan dari penggunaan bahasa yang melingkupi dialektika, kompleksivitas, dan ragam-ragam penggunaan. Bahasa mendefenisikan kebudayaan, dan kebudayaan memberi ruang agar bahasa dapat berkembang, serta dapat menjalankan fungsi dengan baik. Oleh sebab itu, Bahasa Minangkabau tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan Minangkabau.

Bahasa memiliki fitur-fitur yang berfungsi untuk menciptakan sebuah diskursus pemikiran yang ketat, tidak terkecuali bahasa Minangkabau. 

Fitur-fitur bahasa Minangkabau menggambarkan sistematika kehidupan masyarakat Minangkabau, dan penggunaan bahasa figuratif atau kiasan termasuk dalam fitur bahasa Minangkabau yang mewakili dinamika produksi kebudayaan Minangkabau. 

Fitur-fitur bahasa secara ketat beriringan dengan perkembangan kebudayaan. Apapun bentuknya, bahasa selalu terikat budaya.

Bahasa kiasan adalah salah satu ragam bahasa yang ditinjau dari kejelasan makna. Bahasa kiasan tidak langsung memberikan makna secara harfiah. Bahasa kiasan pembacaan yang lebih dalam agar makna dapat dicapai. Pembacaan tersebut memerlukan pengetahuan lingkungan dan budaya yang baik.

Kehadiran sebuah kiasan sangat penting bagi suatu bahasa, sebab potensi dan kekayaan dari sebuah bahasa dapat tergali dengan baik. Bahasa Minangkabau memiliki sistematika penggunaan bahasa kiasan yang cukup tinggi.

 Sebuah pepatah Minang mendeskripsikan secara tegas tentang kedudukan kiasan dalam bahasa Minangkabau: "Manusia tahan kieh, binatang tahan palu."

Pepatah tersebut memaparkan bahwa manusia yang bergelut dalam alam pikir Minangkabau akan selalu berurusan dengan kata-kata kiasan. Apabila kecerdasan dalam memaknai suatu kiasan tidak terpenuhi, maka manusia tidak ada beda seperti binatang yang harus diberi palu. 

Melalui akal, manusia harus dapat menjelajahi segala kemungkinan berbahasa, sebab eksplorasi berbahasa adalah cara bagi manusia untuk mempertajam pemikiran dan pikiran, sehingga manusia dapat dibedakan secara tegas dari hewan.

Fungsi bahasa kiasan adalah untuk mengontrol cara bertutur, sebab dalam pepatah lain, disebutkan bahwa "Bajalan paliharolah kaki, bakato paliharolah lidah" atau "Bakato sapatah dipikia, bajalan salangkah madok disuruik". Peliharalah kaki bila hendak berjalan, pelihara lidah bila hendak berkata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline