Lihat ke Halaman Asli

Sugiyantoro

News - Opini | SHOLATLAH, masuk SURGA nda bisa NYOGOK |

Rokok: Dibenci tapi Dicari

Diperbarui: 7 Oktober 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diambil dari sumber Kompas.Com

"Hidupku dipenuh dilema".
(Dialog imajiner, kata sebatang rokok).

                              *****

Sebuah Pengantar.

MENJADI rokok memang amat-amat susah. Selalu menjadi biang keladi bagi kesehatan. Dari mulai hanya terganggunyan kesehatan sampai pada sakit tertentu buah dari kebiasaannya merokok.

Bahkan rokok bisa dibilang musuh bebuyutannya kesehatan. Ya, kesehatan manusia tentunya. Sebab para perokok adalah manusia. Tak peduli seberapa tinggi pangkat, jabatan, kedudukan dan banyaknya harta. Pun, tak peduli seberapa moncer popularitas atau status sosialnya di mata masyarakat.

Seandainya rokok bisa bicara dia akan mengatakan; "Wahai manusia hidupku ini dipenuhi dilema lho....". Demikian dialog imajinernya rokok pada manusia sebagai perokok.

Pokok Persoalan.

Para manusia perokok bukannya tak sadar diri akan adanya potensi bahaya merokok bagi diri dan orang disekitarnya. Tetapi, sekali lagi perokok juga ada dalam ranah penuh dilema. Antara lanjut atau berhenti merokok.

Lanjut merokok mengakibatkan terganggunya kesehatan. Berhenti merokok dampaknya juga nda enak di diri terlebih bagi yang sudah level "perokok berat". Jadinya, maju nda enak, mundur pun terlebih nda enak.

Terpenting adalah bahwa industri rokok menyumbang besar bagi pemasukan negara. Tinggal pemerintah mengatur dengan membuat regulasi berapa usia maksimal boleh merokok. Dan, ini melaksanakan serta penempatan etika merokok yang tepat sehingga tidak berdampak bagi yang lain.

Pengalaman Pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline