Lihat ke Halaman Asli

Tjan Sie Tek

Pengusaha, Konsultan, Penerjemah Tersumpah

Prospek Dolar AS dan Rupiah versus Yuan (RMB)

Diperbarui: 7 Mei 2019   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak sekali factor yang dapat menaikkan atau menurunkan nilai tukar Yuan China (CNY) terhadap rupiah (IDR) dan dolar AS (USD). Beberapa yang sangat penting:

A. USD:CNY secara jangka menengah:

1. USD cenderung melemah sebagian karena disengaja oleh Pemerintahan Trump, sebagaimana yang mereka ungkapkan selama Forum Ekonomi Davos, Swiss, 2 minggu lalu, antara lain untuk memperkecil deficit dagang AS dengan menekan impor dan meningkatkan ekspornya;

Update 25 Agustus 2018:

Selama Agustus 2018 ini saja, Presiden Trump berkali-kali mendesak the Fed, yaitu bank sentral defakto AS,  menurunkan suku bunganya, tetapi the Fed menolaknya. Contoh-contoh pemberitaan pertentangan antara mereka di media massa AS: (i) Donal Trump is a weak dollar guy. He's wrong about the Federal Reserve .... (USA Today); (ii) Federal Reserve chief defends raising interest rates (The Los Angeles Times); (iii) Federal Reserve Chairman tossed Trump a bone at Jackson Hole (www.theStreet.com). The Fed ingin menaikkan suku bunga dana jangka pendeknya karena sudah hampir 8 tahun ini ekonomi AS membaik sejak Resesi Besar 2008. The Fed tidak ingin ekonomi AS mengikuti siklus normal pertumbuhan ekonomi, yaitu resesi, pemulihan, kemakmuran, lalu resesi lagi yang umumnya datang dengan keras dan menyulitkan banyak pihak. Resesi biasanya terjadi karena keterlenaan dengan kemakmuran yang panjang dan banyak "lemak" di dalam ekonomi, yang disangga oleh dana murah dan kredit mudah. Keadaan tersebut biasanya menimbulkan "gelembung" harga aset keuangan ataupun fisik karena spekulasi dll. The Fed sudah meminjamkan dana murah sejak November 2008 dengan bunga mendekati 0% per tahun melalui Program Quantitative Easing (QE) I, II dan III sampai 29 Oktober 2014 ketika dana murah tersebut mencapai USD 4,5 triliun dengan membeli Sekuritas Beragun Properti (MBS), Treasury note (T-note) dan surat-surat utang maupun saham-saham bank. Sebagian aset-aset itu sudah jatuh tempo secara alami, dicairkan dan hasilnya disimpan. The Fed ingin menormalkan besaran neracanya ketika ekonomi AS sedang bagus sehingga the Fed bisa siap menghadapi keadaan yang tidak bagus jika terjadi.  Dua tugas utama the Fed dari Kongres AS adalah mengendalikan inflasi dan mengawal ekonomi AS untuk memenuhi kebutuhan rakyat AS.

Per akhir 2008, yaitu ketika Resesi Besar di AS meledak, the Fed memegang T-note senilai sekitar USD 500 miliar di antara asetnya yang berjumlah sekitar USD 2,8 triliun. Selama QE I, II dan III itu, nilai T-note yang dipegang oleh the Fed naik terus sehingga mencapai USD 2,5 triliun mulai 2014 sd November  2017. Saat ini tinggal sekitar USD 2,25 triliun.  Mulai Desember 2017, the Fed mengurangi besaran neracanya dengan menyedot (quantitative tapering/tightening; QT) antara USD 40-50 miliar per bulan dari sistem perbankan AS. Saat ini besaran neraca the Fed adalah sekitar USD 4,1 triliun, dengan target menurunkannya sampai USD 3,7 triliun per akhir 2019. Itu pun masih USD 900 miliar di atas neraca normalnya yang USD 2,8 triliun sebelum Resesi Besar tersebut.

Catatan: penyedotan itu  adalah salah satu sebab berkurangnya pasokan USD di dunia dan telah ikut menyebabkan depresiasi sejumlah mata uang negeri berkembang, misalnya rupiah, lira Turki, rupee India. Pasokan USD di dunia bertambah kurang karena pemerintah Federal AS menambah utangnya untuk menutupi defisitnya sebesar USD 1-1,2 triliun setahun. Jadi, selama 2018 saja, pasokan USD berkurang sebesar USD 1,5 triliun-1,8 triliun. Selain itu, perusahaan-perusahaan besar AS, misalnya Apple, Microsoft, sudah memulangkan (merepatriasi) keuntungan  dan tabungan mereka, yang selama bertahun-tahun diparkir di luar AS, sejumlah sekitar USD 1,6 ke AS selama 2018 ini saja karena mendapat pengurangan tarif pajak pendapatan dari 35% menjadi 19%.  Keuntungan dan tabungan itu diperkirakan berjumlah  USD 2,7 trilun sebelum repatriasi tersebut.

Update: 6 Oktober 2018

Pada 26 September 2018, the Fed menaikkan suku bunga dana jangka pendeknya sehingga suku bunga untuk repo adalah 2% per tahun dan suku bunga untuk dana cadangan di atas kewajiban minimum adalah 2,25% per tahun. Akibatnya, yield T-bond dengan tenor 10 tahun naik menjadi 3,23% pada 28 September 2018, angka tertinggi selama 10 tahun terakhir ini. 

The Fed diperkirakan masih akan terus menaikkan suku bunga dananya satu x lagi tahun ini, 3 x lagi tahun 2019, dan satu x lagi tahun 2020, dengan setiap kenaikan sebesar 0,25% (atau 25 basis point).

Update 8 November 2018:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline