Kadang, perubahan tidak selalu datang dalam bentuk kemenangan. Kadang, perubahan hadir lewat keberanian, berani mencoba, berani salah, dan berani tampil beda. Begitulah Timnas Indonesia malam itu di Jeddah, kalah, tapi justru bikin dunia menoleh.
Timnas Indonesia tampil dengan gaya baru ala Kluivert yang lebih menyerang, meninggalkan era Shin Tae-yong dan mengejutkan pelatih asal Irak. - Tiyarman Gulo
Kekalahan yang Tak Terasa Seperti Kalah
Tanggal 9 Oktober 2025, dini hari waktu Indonesia, para pencinta sepak bola Tanah Air menatap layar dengan napas tertahan. Indonesia menghadapi Arab Saudi dalam laga pembuka Grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. Skor akhir memang tidak berpihak, Indonesia kalah 2-3. Tapi siapa sangka, kekalahan itu justru jadi titik balik.
Dua gol Indonesia datang dari kaki Kevin Diks lewat titik putih. Bukan hasil kebetulan, tapi hasil tekanan yang diciptakan sejak awal. Arab Saudi sempat kesulitan membaca pola permainan Garuda. Bahkan para komentator luar negeri mulai membicarakan hal yang sama, "Indonesia tak lagi bermain seperti dulu."
Selamat Tinggal Era "Menunggu Lawan Salah"
Selama bertahun-tahun di bawah Shin Tae-yong, Indonesia dikenal dengan gaya permainan disiplin dan pragmatis. Formasi tiga bek (3-5-2 atau 3-4-3) menjadi ciri khas. Tim ini ibarat prajurit yang siap bertempur di bawah tekanan, menunggu celah sekecil apa pun untuk menyerang balik.
Dan strategi itu berhasil, setidaknya untuk membawa Indonesia naik level di Asia Tenggara dan mulai disegani di Asia. Kita masih ingat bagaimana Garuda bisa menahan atau bahkan menumbangkan tim besar dengan pertahanan rapat dan serangan balik kilat.
Tapi setiap era punya waktunya sendiri. Shin Tae-yong sudah meninggalkan warisan, disiplin, mental baja, dan semangat pantang menyerah. Kini, Patrick Kluivert datang membawa sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih "Eropa".
Era Baru, Saat Garuda Belajar Menguasai Langit
Patrick Kluivert, legenda Belanda yang kini jadi pelatih Timnas Indonesia, tampaknya ingin mengubah paradigma lama. Bagi Kluivert, sepak bola modern bukan soal bertahan sekuat mungkin, tapi soal mengontrol permainan.
Ia datang membawa formasi 4-2-3-1, sebuah skema yang menuntut keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Tapi yang lebih penting, formasi ini menuntut keberanian memegang bola.
Kini, Timnas Indonesia tak lagi menunggu lawan salah. Mereka yang justru berusaha memaksa lawan membuat kesalahan. Mereka mencoba menekan, memainkan umpan-umpan pendek, dan mencari celah dari tengah.
Dan malam di Jeddah itu, kita semua melihatnya. Indonesia tidak lagi menjadi tim "kecil" yang cuma berharap pada serangan balik. Mereka tampil seperti tim besar yang percaya diri menghadapi siapa pun.