Safee Sali, Bagi banyak orang Malaysia, nama ini bukan sekadar pemain bola, tapi simbol kejayaan yang pernah diraih, terutama saat Malaysia menjuarai Piala AFF 2010 untuk pertama kalinya.
Kini, lebih dari satu dekade kemudian, nama Safee kembali menggema. Bukan karena gol spektakuler atau aksi heroik di lapangan, melainkan karena dirinya tiba-tiba muncul sebagai kandidat potensial untuk memimpin Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM).
Konteksnya pun dramatis. Presiden FAM, Datuk Mohd Joehari Ayub, baru saja mengundurkan diri secara mendadak setelah hanya enam bulan menjabat. Kepergian yang misterius ini meninggalkan tanda tanya besar di kalangan publik dan membuka babak baru. Siapa yang pantas memimpin FAM keluar dari krisis?
Dan di situlah nama Safee muncul.
Krisis FAM usai mundurnya presiden Joehari membuka peluang bagi legenda Timnas Malaysia, Safee Sali, yang digadang siap memimpin sepak bola rakyat. - Tiyarman Gulo
Krisis di Tubuh FAM
Sepak bola Malaysia ibarat sebuah kapal besar yang sering terombang-ambing di tengah badai. Harapan publik begitu besar, tetapi hasil di lapangan sering mengecewakan. Fans masih mengingat kegagalan lolos ke Piala Asia beberapa tahun lalu, atau kekalahan menyakitkan di level regional.
Masalah utama FAM bukan hanya soal prestasi tim nasional, melainkan juga politik internal yang rumit. Banyak yang menilai kursi presiden lebih sering diisi oleh sosok politisi atau pengusaha ketimbang orang yang benar-benar "hidup dan bernapas" sepak bola.
Ketika Joehari Ayub terpilih enam bulan lalu, ada harapan baru. Namun pengunduran dirinya yang tiba-tiba membuat publik kecewa sekaligus marah. FAM tidak memberikan penjelasan detail, sehingga gosip dan spekulasi berkembang liar. Di tengah ketidakpastian itu, fans mulai menuntut sesuatu yang berbeda: pemimpin yang benar-benar mengerti sepak bola, bukan hanya sekadar mengelola organisasi.
Munculnya Nama Safee Sali
Di sinilah cerita menjadi menarik. Safee Sali, mantan striker Timnas Malaysia, tiba-tiba disebut sebagai kandidat potensial presiden FAM. Nama yang sebelumnya tidak pernah masuk radar politik sepak bola kini justru muncul di tengah kekecewaan publik.
Bagi sebagian besar fans, Safee adalah pahlawan. Aksinya di Piala AFF 2010 masih segar dalam ingatan, terutama ketika ia menghantam gawang Indonesia di partai final. Sejak saat itu, Safee bukan hanya pemain, tapi ikon.
Kini, di usia 41 tahun, Safee memang sudah gantung sepatu. Namun ia tidak pernah benar-benar meninggalkan sepak bola. Ia menjabat sebagai presiden Persatuan Pesepakbola Profesional Malaysia (PFAM), sebuah organisasi yang memperjuangkan hak-hak pemain. Dari sinilah ia belajar tentang dunia di balik lapangan. Kontrak, kesejahteraan, kebijakan federasi, dan politik olahraga.