Lihat ke Halaman Asli

Timotius Apriyanto

OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Terburuk Sejak 26 Tahun Terakhir, Wajah Ekonomi Indonesia Pasca Terpuruknya Rupiah Melampaui Rp 16.000/US$ di Tahun 2024

Diperbarui: 13 April 2024   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi uang rupiah, uang kertas rupiah. (PIXABAY/MOHAMAD TRILAKSONO), sumber : money.kompas.com

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tembus Rp 16.000 sejak hari kedua lebaran 2024, pada sesi perdagangan pagi pukul 07.15 WIB, Kamis (11/4).

Google Finance, mencatat perdagangan Rupiah di angka Rp 16.013/dolar AS atau naik 0,79% dibandingkan sehari sebelumnya. Bahkan nilai Rupiah sempat menyentuh Rp 16.109,25 / US$ di hari Jumat, 12 April 2024.

Rupiah kini di posisi terlemah sejak 26 tahun terakhir. Mata uang Rupiah pernah mencapai level terlemah di Rp 16.800/US$ pada 17 Juni 1998. Posisi terlemah Rupiah kedua tercatat di Rp 15.088 pada Rabu (3/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor. 

Dinamika politik nasional sebelum dan pasca pemilu 2024 sangat mungkin akan memicu krisis kepemimpinan nasional dan krisis ekonomi di Indonesia.

Lanskap Geopolitik Dunia akan sangat dipengaruhi oleh hasil pemilu berbagai negara di tahun 2024 ini.

Pertanyaan fundamentalnya adalah: apakah melalui pemilu yang dipercaya sebagai sebuah pilar demokrasi di suatu negara, akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan suatu negara, atau justru dengan pemilu yang tidak demokratis, maka akan mengakibatkan penderitaan rakyat dan mundurnya suatu negara.  

Mungkinkah mata uang Rupiah akan melampaui titik terlemah di Rp 16.800/US$ seperti terjadi di tahun 1998?

Lanskap Ekonomi Global

Saat ini, The Fed, ECB, dan BoJ masih terus menahan untuk tidak menurunkan atau menaikkan suku bunga acuan. Secara umum ekonomi kawasan Asia, Timur Tengah dan Afrika akan relatif lebih baik dibandingkan dengan Amerika Serikat serta Eropa.

Ada kemungkinan terjadi pusaran arus modal akibat benturan arus portofolio modal dengan basis mata uang US$ dan negara-negara maju (hot money) dengan mata uang negara-negara Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline