Niat Iktikaf
Awak telah berniat kuat ingin iktikaf di Masjid Agung Palembang. Niat itu semakin menguat ketika ada undangan dari keponakan Maphilinda Boer untuk menghadiri prosesi lamaran Imel putri pertama. Jadilah awak susun kegiatan selama di negeri mpek mpek. Pesan tiket pulang pergi via internet ternyata sangat memudahkan dalam memilih penerbangan. Harga tiket yang ditawarkan maskapai penerbangan sesuai pulak dengan kondisi kantong pensiunan. Soal Akomodasi, kemenakanda Kombes Pol Novian Pranata, M.Psi menawarkan menginap di Hotel Horizon, terima kasih.
Masjid Agung Palembang sangat familier bagi awak selama lebih kurang 10 tahun mukim di Palembang terutama tahun 1970-1975. Inilah pelintasan abadi ketika menyesuri route harian dari Jalan Dempo 17 Ilir menuju Kampus Merdeka 10 A. Satu hal pasti, awak bersama teman kuliah acap sekali Shalat Jum’at disini. Selain itu awak secara mandiri sering pula pada kesempatan lain Shalat Dzuhur atau Asar ketika kecapean ber jalan kaki menuju rumah Uni Rabiatun.
Inilah Masjid tua yang di bangun oleh Sultan Badaruddin I pada abad ke 17. Terletak di pingir Sungai Musi berseberangan pula dengan jembatan fenomenal Ampera. Tak jauh dari pusat keramaian Pasar 16 Ilir yang terkenal itu. Biasanya seusai shalat zhuhur ada taklim. Taklim di bimbing oleh beberapa ustazd. Kami berkelompok duduk senderan di bawah tiang penyangga Serambi Masjid mendengarkan ceramah. Rasanya awak waktu lebih banyak tidur dari pada serius mendengarkan tausyah. Tahu senidirilah mahasiswa banyak stressnya terkait kehidupan ekonomi pas pasan dan perut kroncongan.
Entah apa isi ceramah Habib ketika itu, tak satupun nan melekat. Namun awak tak pula kecewa bersebab pesan Ayahanda Haji Dahlan Bin Affan. Beliau pernah ber ucap bahwa setengah tidurpun di baitullah mendapat pahala, itulah pahala Iktikaf kata Bapak, Sebenarnya di waktu ceramah itu awak lebih banyak memanfaatkan waktu untuk istirahat sebelum melanjutkan perjalanan kaki melewati pasar 16 ilir menuju Jalan Dempo. Oleh karena itulah awak paham benar apabila saat ini menyaksikan jamaah yang tertidur pulas ketika ceramah baru saja di mulai. Berbaik sangka itu adalah kearifan lokal berdasarkan pengalaman di beberapa masjid.
Awak sengaja memilih jadual penerbangan Jumat Pagi. Pasalnya supaya tidak terburu buru tiba di Masjid Agung Palembang. Seminggu sebelum berangkat awak telah berkomunikasi dengan sahabat satu angkatan Fachrirrozie Abbas Pensiunan anggota DPRD Kota Madya Palembang. Rozie yang juga Pensiunan Perwira Wamil TNI AL mendukung niat nostalgia shalat di Masjid terbesar di Sumatera Selatan. Keponakan Ida dan Hendri menjemput awak di Bandara Sultan Badaruddin II. Brigadir Polisi Rizka pun bersikeras menjemput, jadi kami aturlah bagaimana agar acara silaturahim ini bisa berjalan lancar.
Masjid Abad ke 17
Kami mampir dulu ke Hotel Horizon yang terletak di kawasan Pasar Cinde, Sobat lama Muhtar Jailani bersama Rozie telah menunggu di Lobby Hotel. Hendri menyelesaikan segala sesuatu terkait kamar hotel sedang Iren demikian nama panggilan Polwan Rizka menyerahkan oleh oleh khas Palembang : Lempok. Terima kasih. Dari Hotel kami langsung menuju Masjid, sedangkan Hendri dan Ida keponakan langsung mengurus tamu kerabat lain yang akan datang dari Jambi. Iren mengatakan dia pun ingin ke Kampus Akper mendampingi kami setelah shalat Jum’at.
Jam tangan menunjukkan pukul 10.45 waktu setempat. Awak menyarankan bagaimana apabila kita memenuhi unjuk rasa kampong tengah alias makan dulu sebelum ke Masjid. Rozie khawatir kita tidak bisa masuk ke bagian utama masjid dekat Khatib bila terlambat tiba di baitullah. Jadilah kami menunda sejenak makan siang langsung parkir di halaman masjid yang begitu luas. Awak menyaksikan Masjid Agung banyak berubah selama 30 tahun terakhir ini. Kami mengambil dokumentasi foto sebagai alibi kehadiran di baitullah. Seorang anak penjual Koran menawarkan jasa menjadi juru potret.
Tempat wudhu cukup luas dengan air deras. Kami masuk dari pintu samping. Subhanallah ketika awak memasuki ruang utama Masjid Agung Palembang terasa sekali suasana khidmad. Inilah ciri khas dari masjid tua, ada nuansa khusus yang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Sepertinya ada kewibawaan marwah tersendiri disini nan menyentuh hati. Alhamdulillah kami bisa menempati syaf ke 5. Cukup dekat dengan mimbar. Sementara masjid di bagian utama lambat laun semakin penuh.
Waktu masih cukup panjang sebelum masuk waktu Shalat Jumat. Awak memperhatikan bangunan sekeliling Masjid. Sungguh indah arsitektur dan ukiran khas tanah sriwijaya menghiasi tiang dan dinding. Mimbar bertangga 5 adalah mimbar tua dan tempat Imam di beri atap khusus disebelah mimbar. Khadimullah atau pengurus masjid mulai menyampaikan informasi terkait prosesi shalat jum’at. Permintaan kirim doa cukup panjang dari keluarga yang tertimpa musibah, setelah itu laporan posisi keuangan masjid. Disampaikan pula jadual Taklim mingguan serta Khatib dan Imam yang bertugas hari itu.