Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Sonata

TERVERIFIKASI

Wiswasta

Jagadiri Menyasar Bandung, Bersiap Menebar Digitalisasi ke Pelosok Negeri

Diperbarui: 13 Desember 2016   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jagadiri nangkring di Bandung (dok pri TS)

SETELAH sukses melaunching di Jakarta via Kompasiana, Jagadiri menyasar ke Bandung. Bukan kesasar atawa tersesat ke Parisj van Java, tentu. Tersebab berdasarkan catatan data internal, ternyata di Bumi Parahyangan adalah nomor dua setelah Jakarta dalam soal jumlah nasabah via online dalam hal perasuransian model terbaru ini. Plus pertimbangan,  bahwa di Kota Kembang  berkembang perihal digitalisasi.   

Tak pelak acara nangkring dengan tema Digital ini yang berlangsung  gayeng di Beehive Cafe & Boutique Hotel Bandung pada Sabtu (19/11) menjadi ajakan Jagadiri untuk Membangun Negeri Dengan Kreasi Digital secara masif ke depannya. Mengingat  startup sudah bermuculan bak jamur di musim hujan: ojek online, toko online, tiket online dan seterusya bisa dideret panjang. Meski untuk itu, menurut Sanny Ghadafi, nara sumber pertama bicara: “Tak usah ikut-ikutan membuat e-commerce. Itu sudah banyak. Perlu mencari bidang lain yang masih terbuka luas,” tandas praktisi digital Start up 8 Villages asal Bandung yang sudah diapresiasi hingga ke Presiden.

Gayengnya Kompasianer Bandung saat nangkring

Dan dengan nama Lisa (Layanan Iformasi Desa), kiprah Sanny membuktikan diri. Bahwa bidang pertanian yang disasar, kepanjangan “bisnis” di era digital dan sekaligus mengedukasi para petani yang hidup  bekerja keras namun jauh dari era penggunaan digital. Atau tepatnya, mereka yang menjadi mitra (klien) Lisa dari beberapa orang petani yang tinggal di pedesaan  – sampai dengan daerah Dompu, NTB – hanya dipandu oleh seseorang di antara mereka yang memegang dan mengerti operasional gadget versi android. Ya, gadget yang menjadi mainan anak-anak kota!

Bukan ironislah. Memang demikian keadaan petani atau para warga negeri ini yang konon pengguna gadget tersebesar keempat di dunia. Menurut Kompas. Com data pengguna internet per tahun 2016 adalah sebesar 132 juta. Jika dirinci, seperti di bawah ini.

Data survei juga mengungkap bahwa rata-rata pengakses internet di Indonesia menggunakan perangkat genggam. Statistiknya sebagai berikut:

  • 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer.
  • 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone.
  • 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer.

Sumber: Kompas.com

dok. liputan 6. com

Meski sayangnya warga dalam memanfaatkan teknologi ini umumnya baru sebatas SMS, telepon, main game dan hal-hal yang bersifat alat komunikasi secara ansich. Di sinilah peran para start up untuk menoleh dan memberi pengertian digital untuk membangun negeri tujuh belas ribu lebih pulau. Ke pelosok negeri yang punya kekayaan yang berkait dengan hajat kehidupan bangsa.

Apa yang dilakukan penggerak start up menjadi bukti. Bahwa petani, atau mereka yang berada di luar jangkauan gadget perlu diperluas dan sekaligus untuk dirangkul. Bahwa teknologi bukan penggerus warga negeri ini yang mayoritas tinggal di daerah-daerah. Ajakan dan tugas bagi yang melek teknologi digital dalam bidang apa pun hingga kreasi digital negeri ini menemukan betuknya. Yang disesuaikan dengan masing-masing lokalitasnya.  

Seperti yang bisa disimak, bahwa Cimahi sebelah barat Bandung adalah pusat aminasi yang menjajikan untuk negeri ini. Di mana karya mereka – pelaku dunia digital ini – sudah menerobos hingga luar negeri. Dan kita pun tahu, Bandung dan sekitarnya bisa disebut barometer dalam soal kreativitas: seni, mode, kriya, sampai kuliner . Dan di era digital kini, tak aneh apabila Google merambah ke wilayah MICE (Meetings, Incentives, Converancing, Exthibitions). Sehingga ada situs “Google Hadirkan Fitur Untuk Bisnis UKM” Bandung dalam rangka pengembangan lebih luas ibukota Jawa Barat. Persisnya, jika mesin pencari sekelas Google merambah ke Bandung, menandakan bahwa bisnis online atau digital mampu mendorong kinerja sektor UKM.

Ayo pilih yang aman (dok Jagadiri)

Apakah berarti bisnis oline di era digital ini menjadi gampang? Tak seperti membalikkan telapak tangan, tentu. Walau itu menjadi tantangan bagi perkembangan bisnis dan industri negeri ini. Persis seperti yang dinyatakan pelaku bisnis UKM perkayuan yang menjalankan misinya di wilayah online di Bandung. “Yang jelas, triknya berbeda,” ungkap Ivan Yahya, dalam wawancaranya di KOMPAS TV, Senin (12/12) 2016.    

Dalam bekerja, sekaligus berkreasi warga yang masih belum fasih soal berdigital pun membutuhkan kenyamanan- kenyamanan, termasuk dalam mengelola keuangannya,  semisal perlu meimbang dan memiliki polis asuransi.  Sehingga kreativitas tanpa henti, meminjam istilah tokoh media Jakob Oetama, menemukan jalannya ke depan di era digital yang berlari. Benang merah acara nangkring ini menjadi klop antara warga yang mesti cepat belajar era digital dan menimbang kepemilikan produk asuransi.             

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline