Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Siapa Sebenarnya yang Gila?

Diperbarui: 10 Oktober 2020   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Photo by Cameron Casey from Pexels)

Ceritanya bermula ketika beberapa orang gila berkumpul tadi sore sambil ngopi. Mereka, dalam kegilaannya bersepakat untuk jujur mengatakan kebenaran atas dasar fakta, bahwa mereka tidak pernah berusaha untuk menjadi tampak waras. Mereka benar-benar tidak perlu mengingat apakah mereka memang pernah berusaha menjadi waras.

Informasi di atas, bisa digunakan sebagai sebuah cara untuk menyampaikan suatu kejadian menggunakan kata gila dalam makna kiasan. Pada kenyataannya, yang berkumpul pada sore itu adalah beberapa orang eksekutif muda dari sebuah perusahaan, yang membahas ide kreatif untuk kemajuan bisnis mereka sambil ngopi.

Namun, apakah mereka memang benar gila atau waras? Itu tergantung dilihat oleh siapa dan dari sudut pandang apa?

Jauh dari zaman purba, Plato sudah menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak dipikirkan sama sekali, sama artinya dengan tidak ada. Dalam sudut pandang ini, bukankah berarti bahwa kegilaan yang adanya di dalam pikiran, apabila tidak dipikirkan, sama artinya dengan tidak ada?

Jadi, siapakah yang sebenarnya yang gila?

Mark Zuckerberg, pernah menyampaikan pidato di depan wisudawan/ wisudawati Universitas Harvard, pada 26 Mei 2017. Katanya "Bagus untuk menjadi idealis. Tapi bersiaplah untuk disalahpamahi. Siapapun yang mengerjakan sesuatu dengan visi besar akan disebut gila, bahkan ketika anda bisa membuktikan bahwa itu benar".

Bagaimana mengartikan pendapat yang mengatakan bahwa orang dengan visi yang besar sebagai orang yang gila? Kita bisa mengujinya dari sudut pandang diri sendiri tentunya, terkait dengan hubungan sosial kita di tengah masyarakat.

Ada beberapa hal yang mungkin akan kita terima sebagai respons dari orang lain, bahkan ketika kita sudah merasa melakukan hal yang terbaik yang kita bisa, antara lain:

  • dikiritik karena dianggap bergerak terlalu cepat, pada saat kita berinisiatif;
  • dicaci karena dianggap tidak memahami tantangan, padahal kita sedang mencoba menyelesaikan masalah yang rumit;
  • disalahkan saat berbuat sesuatu, tidak berbuat apapun malah disukai.

Bila inisiatif dan keinginan untuk terlibat melakukan sesuatu yang baik mendapatkan respons yang kurang baik di suatu komunitas (masyarakat), maka jangan terlalu cemas. Bisa saja yang salah bukan kita, tapi kita tengah berada di komunitas (masyarakat) yang sakit.

Bisakah sakit pikiran (gila) terjadi secara massal? Realitas manusia saat berkendara di jalanan, berguna untuk menunjukkan faktanya kepada kita.

Sering kita jumpai di jalan-jalan raya kita, pengendara mobil yang suka sekali membunyikan klakson, padahal sudah tahu kalau di depan mobil sudah antri dalam kemacetan panjang. Gila bukan? Apakah dia tidak melihat kenyataan, sehingga yang tampak baginya hanyalah dia sendiri yang terjebak di tengah kemacetan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline