Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Topi yang Robek Itu Masih Kuingat, Tapi Tak Lagi Kurindukan

Diperbarui: 24 Januari 2019   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: http://lonestarsouthern.com

Suatu hari di Senin pagi pada tahun 1998, seperti biasanya adalah sebuah hari yang sibuk di pagi hari. Ibu kerepotan menyiapkan sarapan pagi dan dengan omelannya membangunkan kami bertiga.

"Bangun kalian, sudah jam seratus ini! Kalian apa tidak takut terlambat sekolah," kata ibu sambil sibuk menyiapkan sarapan.

Saya saat itu kelas tiga SMP di sebuah sekolah menengah pertama negeri di kampung kami. Saya mempunyai dua orang adik, satu duduk di kelas satu SMP dan yang bungsu di kelas satu sekolah dasar. Kami bertiga bersekolah di sekolah negeri umum. Siswa-siswanya adalah anak orang kebanyakan dari keluarga yang biasa-biasa saja, tapi ada juga satu dua orang siswa yang berasal dari keluarga berada, pengusaha, pejabat dan preman.

Aku tidak terbiasa bergaul dengan anak-anak yang sebaya denganku sebagaimana umumnya. Yang kulakukan bisa dibilang sesuatu yang sudah sangat teratur sejak bangun pagi hingga tidur lagi pada malam hari. Pergi ke sekolah setiap hari hingga hari Sabtu, mengikuti les Bahasa Inggris pada hari Senin dan Kamis, les matematika pada hari Rabu, hari Minggu ke gereja, dan sore hari pada setiap Minggu mengikuti pendalaman Alkitab untuk anak remaja sekolah minggu. Mungkin karena itulah aku tidak terlalu terbiasa bermain dengan teman-teman sebaya, karena nyaris tidak ada waktu yang terbuang. Semua waktu sudah dipakai habis untuk belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, baik yang diberikan oleh guru sekolah maupun oleh ibu, dan beribadah di akhir pekan.

Karena nyaris tidak punya waktu bermain, aku pun sangat menikmati kesendirian. Semua hal nyaris bisa aku lakukan sendiri. Waktu yang tersisa untuk menyenangkan diriku sendiri sering aku habiskan dengan membaca. Yang paling aku sukai adalah buku-buku yang berisi kisah hidup orang-orang, baik yang dianggap pahlawan hingga penjahat terkenal, namun mereka memberikan pengaruh yang besar bagi orang-orang di sekelilingnya, dan tentu saja novel. Bisa dibilang aku sudah merasa seperti tidak membutuhkan teman, sepanjang ada buku bersamaku.

Pernah pada suatu malam, bapak memarahiku karena belum tidur sementara hari telah menjelang subuh, pukul tiga dinihari. Waktu itu aku mengerjakan tugas mata pelajaran geografi menggambar peta Indonesia. Aku mengerjakannya dengan sangat memperhatikan detil, baik lekuk peta sesuai skala hingga detil warna permukaan pada setiap daratan di pulau-pulau dan setiap selat dan samuderanya sesuai petunjuk legenda pada buku Atlas Dunia.

"Apa tidak ada pelajaran yang lebih penting untuk kau kerjakan selain menggambar peta!" kata bapak dengan kesal, karena baru mengetahui aku belum tidur, sementara ayam sudah berkokok, tanda pagi segera menjelang. Aku tidak menjawabnya. Karena memang akan sia-sia saja menjawab bapak yang kesal. Aku hanya meneruskan mengecat peta untuk di bawa ke sekolah jam tujuh nanti. Begitulah aku memandang dan menjalani apa yang aku sukai hingga aku lupa pada waktu.

Pada suatu siang, saat berjalan pulang sekolah, seperti biasa aku berjalan sendiri. Tanpa kusadari ternyata di belakangku ada seorang siswa perempuan yang juga berjalan seorang diri. Kulitnya putih, rambut sebahu dengan tas ransel mungil yang lucu sekali. Dari pakaian, sepatu hitam mengkilat dan dandanannya kupastikan ia anak orang berada. Ia berjalan tidak jauh di belakangku, sehingga wangi parfum atau pewangi pakaian yang dipakainya aku tidak terlalu bisa membedakannya, tercium sayup-sayup, wangi sekali. Secara umum bisa dibilang dia siswa yang cantik.

Tanpa kuduga, karena sempat menoleh ke belakang, dia tersenyum dan memanggil namaku. "Jack, tunggu aku, keberatan bila aku berjalan bersamamu?".

Tentu saja aku terkejut, karena aku tidak yakin apakah aku mengenalnya, tapi kami satu sekolah dilihat dari seragamnya. Tapi, apa salahnya menghentikan langkah kaki untuk seorang siswa yang cantik. Aku menghentikan langkahku. Aku hanya merasa aneh, kenapa wanita ini mengenalku, karena aku merasa tidak pernah terlalu akrab dengan seseorang di sekolah. Aku tidak yakin apa ada yang menganggapku teman baik di sekolah.

Setelah berada di sebelahku, ia tersenyum, kami melanjutkan perjalanan pulang sekolah itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline