Lihat ke Halaman Asli

Tanah Lapang Sudah Hilang

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417148940213711484

Oleh: Tengku Ariy Dipantara. 

SEBENARNYA Kampung Pa­yah Rumput bukanlah tempat dimana aku dilahirkan. Bisa dibilang di kampung inilah segala memori masa lampau tertanam, begitu su­burnya dalam ingatan. Sebelum ber-e­volusi menjadi ‘manusia’, di tempat inilah aku lebih dahulu mempelajari bumi manusia dengan segala perma­sa­lahannya itu.

Kampung ini terletak hampir di ujung batas wilayah Sumater Utara dengan Selat Malaka. Hanya be­be­rapa belas kilometer saja dari Pe­labuhan Belawan. Mayoritas pendu­duk kampung, orang Melayu dan Ja­­wa. Kawasan Industri Medan me­ngelilingi kampung ini seperti kura-kura raksasa yang menjaga Danau Ho­an-kim di Vietnam.

Kapanpun si kura-kura raksasa lapar, dia akan me­ne­lan penduduk di dalamnya. Inilah yang membuat kampung ini memiliki nama lain: kampung buruh. Ada yang ganjil di Gang Melati. Ru­mah kami bertempat, hampir tak ada satupun anggota keluarga yang me­milih untuk menjadi buruh. Tetangga di sebelah kanan rumah tak pernah ku­tahu bekerja apa, tapi yang pasti bukan buruh. Kepala keluarganya -yang aku tak tahu namanya- sangat ja­rang terlihat. Di sebelah kiriku, Bang Edy bekerja di perkebunan. Ayah­ku sendiri, seorang kontraktor yang sering keluar kota, terutama ke Aceh. Pokoknya tak ada satupun yang memburuh.

Tepat di depan halaman rumahku mulanya ada sebuah lahan kosong be­rumput Jepang, cukup luas. Bila pagi, rombongan bebek dan ayam Bang Muji berkeliaran di situ. Sore harinya giliran aku dan abangku ber­gantian dengan mereka untuk ber­main sepak bola. Kami sering jengkel karena terinjak tai mereka.

Kami bermain berdua saja. Waktu itu tak ada anak di dalam gang yang seusia kami. Kami mendirikan se­buah gawang dengan kayu-kayuan yang kami beli di panglong, di depan kuburan China, asal saja. Kami ber­main sambil menghayal menjadi pe­main sepak bola terkenal, maksudku, jika aku yang sedang menggiring bo­la. Aku teriakkan sebuah nama: “Igor Titov!” kataku, kaki berbelok kuteriakkan nama lain: “Sergei Yu­ran!” Siapapun nama yang aku sebut sebelum mencetak gol, itulah si pen­cetak skornya. Nama-nama itu kami catat. Pencetak gol-ku selalu orang yang berbeda, tidak seperti abangku. Aku yakin dia mengakaliku, maka­nya tokoh khayalannya selalu meme­nangi perebutan top-score. Aku ma­sih ingat dengan jelas, dia selalu me­nyebut nama Batistuta saat hendak mencetak gol. Ya, dia selalu mencu­rangiku sepanjang hidupnya.

Beberapa waktu kemudian ada se­buah keluarga Batak yang ikut me­ramaikan Gang Melati. Mereka me­nempati rumah yang telah lama ko­song di depan rumahku, di samping sta­diun imajiner kami. Ayahnya me­narik becak dari pagi, hingga tengah malam. Anak perempuan tertua ke­luarga itu, Kak Etik membuka warung kecil di depan rumah, sementara adik­nya, Kak Ros, kerjanya hanya men­cari cowok. Anehnya, tak juga ada satupun dari keluarga ini yang memburuh!

Keluarga Batak ini memili­ki seorang anak laki-laki yang seusia denganku, Togu nama­nya. Kemana-mana selalu me­­ngenakan topi. Wajahnya bo­peng-bopeng. Dia baik ter­ha­dapku. Setiap sore dia selalu duduk di rerumputan sambil me­mandangi kami bermain se­pak bola.

Kami tak hendak menga­jak­nya bermain, bukan karena dia orang Batak. Kami tak ingin per­mainan menghayal ka­mi menjadi terganggu. Ka­mi merasa malu jika si Togu ta­hu tentang permainan gila ka­mi itu. Semakin lama dia mulai berani berdiri-diri me­nunggu bola yang tersepak ja­uh. Mulai berani berteriak-teri­ak girang menyoraki kami. Ma­lah mulai berani ikut me­nyepak bola yang mengarah ke tempat dia duduk.

Mau tak mau kami pun akhirnya meng­ajak dia untuk ikut bermain. Ba­gaimana ha­yalan kami? O, tidak bisa tidak, kami akan menunggu sampai dia dipanggil Kak Etik untuk memasukkan jajanan anak-anak di warung. Barulah kami mulai kembali permainan ka­mi yang mengasyikkan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline