Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Rahman

TERVERIFIKASI

profesional

UU ITE Mengintai Pelaku Body Shaming, Masihkah Orang Berani Melakukannya?

Diperbarui: 4 Desember 2018   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar ilustrasi: 123RF.com

Apakah Anda pernah tertawa terpingkal-pingkal dan ikut terlibat dalam komentar yang bersahut-sahutan di ruang WhatsApp usai membaca pesan dari seorang teman Anda ketika ia sedang mem-bully teman yang lainnya dengan menggunakan kekurangan fisik sebagai bahan candaan?

Sebutlah Anda saat itu sedang bergabung di WhatsApp grup (WAG) dengan sejumlah teman sekolah lama Anda. Dalam sebuah percakapan, salah seorang teman Anda teringat jika jari kelingking Panjul (bukan nama sebenarnya) yang cacat -- yang jika diperiksa lebih menyerupai cabe keriting, dan tiba-tiba teman Anda itu ingin bercanda. 

"Mungkin jari kelingking si Panjul sekarang tidak lagi seperti cabe keriting, karena sudah di smooting," tulis teman Anda di ruang WhatsApp. Lalu yang lain pun tertawa; hahahahahha - sambil tidak lupa menempelkan beberapa emotikon ketawa guling-guling.

Tawa terpingkal-pingkal disertai komentar bersahut-sahutan di WhatsApp grup teman-teman sekolah lama itu pun berlangsung berkepanjangan. "Keriting sedang apa keriting kecil?" teman yang lain pun menimpali. Hahahaha.

Ruang WhatsApp grup itu pun riuh dan lalu mereda setelah berganti topik percakapan.

Panjul diam. Sedikitpun ia tak membalas.

Jika ternyata Anda pernah mengalami seperti itu, maka Anda pun sama persis dengan saya.  

Dari hampir lebih 10-an WAG dari mulai group teman-teman kantor, professional, keluarga, teman-teman yang sehobi, saya (jujur) merasa paling sebal dengan grup WA teman-teman sekolah lama.

Mengapa saya tidak menyukai WAG teman-teman sekolah lama saya?

Mereka, teman-teman lama sekolah saya, seperti tidak pernah berubah: dulu begitu- hari ini juga begitu. Mereka masih saja suka mengolok-olok: menggunakan kekurangan sebagai bahan candaan. Saya paham, mungkin bagi sebagian dari mereka, ini adalah salah satu cara untuk membuat mereka semakin akrab. Tetapi, jujur, tidak bagi saya.

Saya memerhatikan salah seorang teman sekolah lama yang selalu memanggil nama teman-temannya dahulu dengan nama-nama alias: begol, klanthung, si cabe rawit dan nama orang tua. Baru reda sejenak, tangannya kembali sibuk memencet-mencet hape dan kembali ia menikmati candaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline