Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

JokoTingkir Bag 3

Diperbarui: 26 Agustus 2025   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joko Tingkir : skrinsyut 

Mimpi di Hutan Renceh


Malam itu, hutan Renceh sunyi. Di kejauhan terdengar suara serangga, bersahut-sahutan dengan desir angin yang menyapu pucuk-pucuk pohon. Jaka Tingkir dan Kyai Ageng Sela memilih bermalam di sebuah lahan yang baru saja dibuka. Tanahnya masih basah, sisa hujan sore. Aroma dedaunan yang ditebang bercampur dengan bau tanah liat yang lembap, menghadirkan kesunyian yang nyaris suci.

Jaka Tingkir tidur di dekat kaki gurunya. Di atas langit, bintang-bintang tampak redup, seolah sedang bersekongkol dengan gelap malam untuk menyimpan rahasia. Kyai Ageng Sela berbaring sambil memejamkan mata, tubuhnya lelah oleh perjalanan, tetapi hatinya tetap berdzikir, tenggelam dalam doa yang tak pernah putus.

Dalam lelapnya, Kyai Ageng Sela bermimpi. Ia melihat pemuda yang tidur di dekatnya, Jaka Tingkir, berjalan ke dalam hutan membawa sebilah parang besar. Dengan gerakan mantap, pemuda itu menebang pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi. Dalam sekejap, hutan yang lebat berubah menjadi lahan luas yang bersih, seakan siap menampung sesuatu yang agung.

Tiba-tiba, Kyai Ageng Sela terbangun. Nafasnya tersengal, matanya mencari-cari Jaka Tingkir. Namun, pemuda itu masih tertidur pulas di sisinya. Ia termenung, memikirkan makna mimpi itu. Baginya, mimpi bukan sekadar bunga tidur. Di dunia Jawa, mimpi sering dianggap sebagai tandha, sebuah pertanda gaib yang menyimpan pesan masa depan.

Pagi menjelang. Kabut tipis masih menggantung di antara batang-batang pohon ketika Kyai Ageng Sela membangunkan Jaka Tingkir. Dengan tatapan serius, ia bertanya:

"Nak, apakah semalam engkau masuk hutan? Apakah engkau menebang pohon-pohon?"

Jaka Tingkir menggeleng, senyumnya samar. "Tidak, Guru. Semalam saya tidur di sini, di kaki Guru."

Jawaban itu membuat Kyai Ageng Sela terdiam. Hatinya bergetar. Ia tahu, mimpinya bukan mimpi biasa. Ia menatap pemuda itu dalam-dalam, seakan hendak menembus lapisan jiwa yang tersembunyi. Lalu ia bertanya lagi:

"Kalau begitu, pernahkah engkau bermimpi yang aneh, Nak? Sesuatu yang masih engkau ingat sampai sekarang?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline