Lihat ke Halaman Asli

Dentang Natal di Kampung Pater Marco

Diperbarui: 24 Desember 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2009/12/01/1503542p.jpg"][/caption]

Adalah dentang lonceng. Nun jauh di dataran berbukit, tempat Jos bertemu Bapa nya setiap Minggu. Bersama keluaragnya dan sebagian kecil orang kampungku.

Dataran di bukit itu juga adalah tempat aku bermain bola di rerumputan lapang berhembus angin semilir. Bersama Jose dan teman-teman sekampungku.

Selalu ada pria berhidung mancung, berambut putih pirang berjenggot duduk di tepian, atau di teras biara teduh itu. Menyimaklah dia pada teriakan-teriakan kami. Terkadang dia ikut menjadi kanak-kanak. Menendang bola bersama kami. Dengan suara menggelegar, meminta operan kami. "Taaaatank! Angkat bola ! Angkat bola ! " Dia ingin umpan 'heading' dariku..

"Dasar si Pirang 'curang', tubuhnya yang tinggi tentu akan mudah menanduk bola diantara kami-kanak-kanak bertubuh kurcaci! Ha ha ha !

Terciptalah gol 'heading' dari kepalanya. Diacak-acaknya rambutku sebagai ucapan terimakasih. "Good Boy ! Good Boy !"

Aku sungguh suka kata-kata itu. Bahkan hingga kini.

Teriakannya terdengan menakutkan, tapi suara petir itu berbanding terbalik dengan hatinya yang lebut. Dia begitu penuh rasa cinta di dunia kanak-kanak kami.

Si Pirang itu kupanggil Pater Marco.Tapi dulu Jose memanggilnya Marcus. Aku suka Marco, mirip imajinasiku pada Marcopolo, kisah yang ibu ceritakan di kelas. Hebatnya, si Putih Pirang suka kupanggil Marco. Jadilah dia Marco, ketika teman-teman pun memanggilkan Marco.

Aku senang melihat kecerian Jose. Tak pernah dia berkerut muka. Selalu lahap disantapnya ketupat lontong sayur kari masakan Emakku kala Lebaran. Bersemangat dia berlari membawakan rantang ketupan sayur titipan emakku kepada Marco. Bersemangat dia mengantar Marco berkeliling kampungku berlebaran.

Kulihat, Marco si Hidung Mancung bertubuh raksasa itu berkilau cahaya. Senyumnya penuh cinta dari hati. Berasa sejuk. Bersenda dia dengan mata berbinar pada Uwakku, pak Ujang, pak Lurah dan bapak-bapak berkopiah yang tak ingat lagi namanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline