Lihat ke Halaman Asli

Syifa Ann

TERVERIFIKASI

Write read sleep

Twitter dan Ruang bagi Suara-suara yang Luput

Diperbarui: 19 Mei 2019   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Scroll.co.uk

Jika ada platform media sosial yang paling luas jangkauannya saat ini, menurut saya platform itu adalah twitter. Lewat 280 karakter, media sosial berlambang burung biru itu menyajikan sesuatu secara ringkas. Seringkali twitter menjadi tempat berbagi, meminta saran dan bantuan, atau sekadar tempat bacot dan curhat. 

Twitter seperti membentuk gelembungnya sendiri, gelembung yang lebih insklusif dan terasa lebih dekat dengan kehidupan ril manusia dibandingkan dengan platform media sosial lainnya seperti facebook dan instagram.

Twitter juga minim sekat, di twitter kita bisa melihat penguasa dikeritik orang biasa, bukan hanya di Indonesia tapi hampir diseluruh belahan dunia seperti Kritik warganet Amerika kepada Donald Trump, di twitter juga kita bisa melihat publik figur atau tokoh-tokoh penting berinteraksi dan saling sapa digital dengan orang-orang biasa, sampai kita bisa juga melihat para tokoh itu saling berbalas tweet sindir-menyindir tentang suatu hal.

Disisi lain, twitter juga telah menjadi ruang bagi suara-suara yang luput, sisi lain dunia yang mungkin tak pernah kamu bayangkan bisa terlihat begitu dekat ditweetkan langsung oleh orang-orang yang mengalami suatu peristiwa mencengangkan di tempat mereka.

Dari desing maut di zona konflik sampai kehidupan sehari-hari di tempat-tempat yang tak pernah terbayangkan bahwa ada manusia yang bisa hidup dalam kondisi seperti itu; menjalani kehidupan yang diluar definisi normal orang kebanyakan.

Twitter dan ruang bagi suara-suara yang luput, inilah sebagian di antaranya:

1. Kesaksian Ini Disampaikan Gadis Cilik 7 Tahun

Tweet-tweet Bana Alabed tentang Perang (Sumber twitter: @AlabedBana, Edited by Syifa)

Perang. Satu kata yang dampaknya jelas tidak main-main, tidak hanya membuat kehancuran fisik dan materi, bahkan perang juga memberikan luka psikologis bagi orang-orang yang mengalaminya. Salah satu pihak yang paling merasakan dampak dari berkobarnya perang adalah anak-anak.

Bana Alabed adalah bocah 10 tahun asal Suriah yang masa balitanya terenggut akibat keganasan perang di negerinya. Pada usia 7 tahun di tahun 2016, Bana kecil belajar bahasa Inggris dan menggunakan twitter di usia yang sangat dini, diajari Ibunya Fatimah Alabed. Melalui akun twitternya @AlabedBana, gadis cilik itu mengisahkan keganasan perang yang melahap negerinya. 

Tak Ada lagi sekolah Bom melahap Suriah Sumber Gambar: Twitter @AlabedBana

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline