Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Literasi Sadar Diri

Diperbarui: 26 Februari 2021   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

SADAR itu kata yang gampang diucapkan, Tapi tidak mudah dilakukan.

Sudah tahu korupsi salah, kok baru sadar setelah dipenjara. Sudah tahu menyebar hoaks itu salah, kok baru sadar sudah ditahan. Sudah tahu virus Covid-19 itu mematikan, kok baru sadar protokol kesehatan itu penting. Sadar itu di depan, bukan di belakang.

Fakta hari ini. Banyak orang sadar membaca buku itu penting. Tapi sedikit yang mau membaca buku. Banyak orang sadar berbuat baik itu bagus. Tapi sedikit yang mau berperilaku baik. Bahkan banyak orang sadar membenci itu dilarang. Tapi tidak sedikit yang hidupnya dalam kebencian. Sadar tapi tidak sadar.

Sadar. Kita harus sekolah dan belajar dulu untuk meraih cita-cita. Kita juga harus bekerja keras untuk mencapai apa yang diinginkan. Sadar, berkiprah di taman bacaan atau jadi pegiat literasi itu penuh tantangan dan cobaan. 

Sekalipun bersifat sosial, mengelola taman bacaan pun butuh perjuangan keras. Agar tetap sadar untuk berjuang. Agar tetap tegak tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

Sadar itu berarti tahu diri, lalu mengerti. Untuk memperbaiki diri, memperbaiki keadaan. Dari yang belum baik menjadi lebih baik. Maka sadar butuh kesadaran dari orangnya. Tetap mawas diri atau aware terhadap keadaan. Sadar untuk bersahabat dengan realitas, bukan melulu mengeluh atau hidup dalam buaian mimpi.

Seperti hari ini. Banyak orang tidak sadar. Bahwa dunia yang mereka tinggali saat ini sangat menyenangkan. Tapi karena mereka sibuk dengan rutinitas. Akhirnya merasa hidupnya datar dan biasa-biasa saja. Jadi tidak punya waktu untuk menyadari. Bahwa dunia ini punya nilai dan makna yang lebih dari sekadar yang mereka pikirkan. Sadar bersyukur itu jauh lebih penting dari pikiran dan perasaan orangnya.

Seperti pengelola taman bacaan. Harus sadar.

Bahwa selalu saja ada "kerikil" di jalan pengabdian yang harus dilalui. Kadang menyakitkan di kaki walau tidak jadi sebab untuk berhenti melangkah. 

Selalu saja ada "angin yang menerpa" sehingga menghambat gerak langkah untuk lebih cepat. Selalu saja ada hambatan dan tantangan. Karena memang hidup di taman bacaan, bukan jalan dan panggung popularitas. Sadar, taman bacaan itu jalan sepi yang tidak banyak dilewati orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline