Hari #17: Amal yang Tersembunyi
Subuh datang dengan dentingan alarm di ponsel Maulana. Ia mengucek matanya, menarik napas dalam-dalam, lalu bangkit untuk berwudhu. Setelah menutup hari ke-16 Ramadan dengan inspirasi dari pertemuannya dengan Pak Salim, semangatnya untuk menjalani hari ini terasa lebih membara.
Usai shalat Subuh dan membaca beberapa halaman Al-Qur'an, ia memeriksa ponselnya. Ada pesan masuk semalam saat ia sudah terlelap.
"Assalamu'alaikum, Mau. Ini Zaki. Masih ingat aku? Kita dulu satu pesantren. Aku dapat nomormu dari Ridwan. Ada yang ingin kubicarakan. Bisa kita bertemu setelah Ashar di masjid Al-Ikhlas? Mohon balasannya. Jazakallahu khairan."
Maulana mengernyit. Zaki? Tentu ia ingat. Mereka dulu satu pesantren, tetapi Zaki menghilang di tahun kedua. Banyak rumor beredar: ada yang bilang ia dikeluarkan karena melanggar aturan, ada pula yang menyebut ia ditangkap polisi. Maulana tidak pernah tahu kebenarannya.
"Wa'alaikumussalam, Zaki. Iya, aku ingat. Insya Allah bisa bertemu setelah Ashar nanti. Sampai jumpa di sana."
Setelah membalas pesan itu, Maulana bersiap berangkat kerja, meski pikirannya terus bertanya-tanya tentang apa yang ingin dibicarakan Zaki.
---
Ashar telah berlalu saat Maulana melangkah ke masjid Al-Ikhlas. Di beranda masjid, seorang pria berjenggot tipis dengan peci putih tersenyum menyambutnya.
"Assalamu'alaikum, Mau."