Lihat ke Halaman Asli

SYAFIKA SAFFANAH

UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Serabi Kalibeluk, Kuliner Warisan Budaya Lokal yang Harus Dipertahankan

Diperbarui: 22 November 2023   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Serabi Kalibeluk/dok.pribadi

Sudah tidak asing lagi bagi warga Batang dan sekitarnya, apabila mendengar kata serabi Kalibeluk. Kue serabi berbahan baku beras, kelapa, gula aren, dan garam, dengan ukurannya yang besar, menjadikan serabi Kalibeluk ini memiliki rasa yang berbeda dengan serabi lainya. Seperti namanya, serabi ini berasal dari desa Kalibeluk, kecamatan Warungasem, Batang, Jawa Tengah. Dengan harga yang terjangkau, dan rasa yang enak menjadikan serabi ini digemari banyak orang.

Serabi yang sudah dikenal sejak zaman kerajaan Mataram tersebut adalah kuliner yang diproduksi secara turun temurun dan dengan sistemasi keluarga. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tidak ada rasa lain selain manis dan gurih. Sebab, mbah Mundhirah, salah satu pewaris resep serabi Kalibeluk, yang merupakan nenek dari bapak Slamet Mas'ud, mengamanatkan "Ojo di owah-owah rasane" (jangan dirubah-rubah rasanya). Sehingga semua keturunan asli dari pelopor serabi ini sepakat tidak akan menambah varian rasa yang lain. Bahkan konon katanya, orang diluar garis keturunannya yang ingin membuat serabi ini, rasanya akan berbeda dengan buatan keluarga besar dari mbah Mundhari. 

Sifat kekeluargaan yang harmonis dan kompak tersebut yang akan menjaga ciri khas dari serabi Kalibeluk ini. Maka sudah sepatutnya bahwa serabi Kalibeluk ini menjadi kuliner warisan budaya lokal yang mempunyai karakteristik tersendiri.

Selain bapak Slamet, saat ini di desa kalibeluk hanya tersisa 8 orang yang memproduksi serabi Kalibeluk. Beberapa produsen srabi lainnya sudah tutup, karena saat ini generasi muda cenderung memilih makanan yang instan. Selain itu, selera anak muda sekarang juga jarang yang menyukai makanan tradisional yang sebenarnya lebih menyehatkan, seperti halnya serabi. Kue yang masih menggunakan bahan baku alami ini malah semakin sedikit penggemarnya dari kalangan anak muda. Sehingga hal ini menjadi salah satu alasan beberapa produsen srabi yang memilih tutup. 

Namun disisi lain, sebenarnya serabi ini masih disukai oleh kalangan milenial, generasi 90an. Selain itu, untuk mempertahankan keberadaan serabi ini, biasanya warga sekitar memesan srabi dengan jumlah yang cukup banyak untuk sebuah hajatan. Ada juga orang luar jawa yang ketika melewati Batang, atau berkunjung ke Batang, mereka sering memborong srabi Kalibeluk ini untuk buah tangan. Adapun cara untuk menjaga citarasanya agar tetap lezat sampai ke tujuan, maka konsumen harus mengkukusnya terlebih dahulu. 

Kepopuleran srabi Kalibeluk ini harus dipertahankan. Selain itu, generasi muda atau yang saat ini disebut dengan gen Z, juga perlu mencoba dan ikut mengenalkan srabi ini di media sosial yang dimilikinya. Sebab serabi ini adalah kuliner warisan budaya Indonesia sejak zaman dahulu. Jadi, sudah sewajarnya sebagai generasi penerus bangsa harus ikut serta mempertahankan keberadaan srabi Kalibeluk agar tidak hilang ditelan zaman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline