Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Panggilan dari Gunung Latimojong

Diperbarui: 22 Agustus 2016   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mba Nana dan view pagi di sekitaran puncak Rantemario, gunung Latimojong, Senin (15/8/2016) (doc/Wunwun Mauludi)

WAKTU EFEKTIF di gunung Latimojong tinggal sehari lagi. Sebab, pada esok hari tanggal 16 Agustus 2016 sore gunung ini akan dipadati banyak sekali pendaki yang akan merayakan peringatan 17 Agustus 2016. Kenikmatan dari kesunyian gunung akan hilang pada hari tersebut, tenggelam oleh hiruk-pikuk seperti di pasar.

Karena itu, Senin tanggal 15 Agustus 2016, pagi-pagi sekali, kami (saya, mas Berto, pak Wunwun, pak Freddy, mas Ade, mba Fince dan Nana) segera meninggalkan tenda dalam cuaca pagi pos 7 gunung Latimojong yang membekukan. Menuju puncak Ratemario 3.478 mdpl.

Rezeki pagi mas Ade (docpri)

View puncak Nene Mori pegunungan Latimojong dilihat dari trek menuju puncak Rantemario (docpri)

Ada banyak kemungkinan tujuan orang mendaki gunung. Ada yang bertujuan mendaki untuk merayakan momen spesial. Ada yang sekedar rutinitas hobi dan olah raga. Ada pula orang mendaki untuk memecahkan rekor tertentu sekaligus hobi dan rekreasi. 

Saya dan beberapa teman masuk dalam kategori terakhir. Saya sendiri sedang melanjutkan reli di sirkuit Seven Summits Indonesia, tujuh puncak tertinggi di Indonesia untuk wilayah jazirah Sulawesi: gunung Latimojong 3.478 mdpl.

Suasana puncak Rantemario pagi itu sangat indah. Cuaca begitu cerah. Langit bersih dan pandangan bisa dilepas hingga jauh. Hening dan damai. Maklum, waktu itu hanya group kami saja yang ada di puncak. Kalaupun ada canda tawa paling dari sesama kami saja.

Sejenak di puncak Rantemario 3.478 mdpl (docpri taken by Roberto Elordes)

Mas Berto, Pak drg. Freddy, Pak Wunwun, dan mba Fince (docpri)

Anggota group pendakian kali ini tersebar dari Jakarta hingga Padang. Karenanya tidak mudah untuk mencapai gunung Latimojong yang titik awal pendakiannya berada di Dusun Karangan, Desa Latimojong, Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang, Propinsi Sulawesi Selatan. 

Untuk mencapai titik awal pendakian tsb butuh waktu lebih dari dua jam naik jeep dari basecamp KPA Lembayung di Desa Baraka, melalui jalan berlumpur dan berbatu yang hanya muat untuk satu mobil, naik turun bukit yang terjal, sehingga jika berpapasan dengan mobil lain otomatis macet. Hanya truk dan jeep tinggi dan bertenaga besar yang sanggup melalui jalan ini. Sementara di kiri kanan jalan jurang yang sangat dalam.

Mendekati Dusun Karangan (docpri)

Menaruhkan nyawa di tepi jurang! (docpri)

Heran juga dengan pemerintah Kabupaten Enrekang. Mengapa jalan dari Baraka menuju Karangan dibiarkan sangat memprihatinkan, selama bertahun-tahun. Padahal pegunungan Latimojong adalah salah satu tujuan wisata penting di Indonesia bahkan dunia karena masuk dalam jajaran tujuh puncak tertinggi di Indonesia.

Belum lagi Desa Latimojong dan sekitarnya terkenal sebagai penghasil kopi arabika kualitas ekspor yang sangat terkenal. Karenanya Desa Latimojong selain tujuan wisata alam pegunungan Latimojong, juga tujuan agrowisata yang menjanjikan.

Contoh kopi arabika di Dusun Karangan. Buahnya kecil-kecil. (Docpri)

Biji kopi dengan kulit ari hampir kering dan siap jual dengan harga Rp.13.000/liter di Dusun Karangan (docpri)

Untunglah perjalanan berat menjuju pegunungan Latimojong terbayar lunas. Sepanjang jalan mulai dari Makasar menuju Kabupaten Enrekang kami disuguhi pemandangan yang aduhai.

Sabtu (13/8/2016) pagi di perjalanan dari Makasar menuju Enrekang kami singgah ngopi dan sarapan di kaki gunung Bambakuang dan gunung Nona yang sangat indah dan seronok. Benar-benar menyegarkan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline