Lihat ke Halaman Asli

Tips Membeli Tanah yang Aman dan Menguntungkan

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bukan makelar tanah dan belum pernah mendapat keuntungan dari menjual maupun membeli tanah, tapi saya memang (sedang) senang mengamati bidang ini. Bukan pemerhati dalam arti betul-betul mencermati bidang ini, tapi saya menikmati saja mengamati bisnis properti, melihat-lihat iklan-iklan tanah dijual, dalam situs-situs jual beli online maupun offline. Kadang-kadang sempat juga saya menelepon penjual dan bertanya ini itu, melihat lokasinya, surat-suratnya dan sebagainya. Karena itu, saya jadi rajin membaca serba-serbi jual beli tanah, tips-tips membeli tanah, aspek legalitasnya, dan sebagainya.

Dari situ, saya amati ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam membeli tanah, yaitu:

1. Lokasi

Apa pun alasan Anda membeli tanah, pemilihan lokasi yang baik sangat penting. Usahakan membeli tanah yang terletak di pinggir jalan. Jika tanah itu terletak di pinggir jalan raya atau jalan aspal, itu lebih baik. Setidaknya lokasi tanah berada di pinggir jalan kampung yang bisa dilewati mobil.

Jika Anda membeli tanah untuk dibangun tempat tinggal di atasnya, keberadaan jalan yang bisa dilewati mobil akan memudahkan dalam proses pembangunan, maupun dalam aktivitas Anda sehari-hari setelah tinggal di rumah itu.  Jika Anda membeli tanah sebagai investasi dan bermaksud menjual kembali tanah itu, keberadaan jalan akan meningkatkan minat calon pembeli, dan mengangkat harga tanah itu. Jika bermaksud mengagunkan sertipikat tanahnya, keberadaan tanah (tergambar dalam sertipikat) akan membantu memperlancar prosesnya. Bank tidak akan menyetujui permohonan kredit dengan agunan sertifikat tanah yang tidak memiliki akses  jalan.

2. Topografi

Tergantung peruntukannya, tanah dengan topografi datar biasanya lebih diminati dan lebih tinggi harganya daripada tanah dengan topografi bergelombang (berbukit-bukit atau apalagi berjurang-jurang hehe). Tanah yang levelnya lebih tinggi dari jalan juga lebih diminati daripada tanah yang levelnya lebih rendah daripada jalan, dengan konsekuensi harganya juga lebih tinggi. Tapi jangan biarkan tanah berlokasi sangat strategis lepas dari tangan Anda, meski letaknya lebih rendah daripada jalan. Anda bisa membeli tanah itu dengan harga rendah, membuat pondasi sekelilingnya dan mengurugnya hingga sejajar atau lebih tinggi dari jalan, dan menjualnya kembali dengan harga jauh lebih tinggi.

3. Legalitas

Ini bagian yang sangat penting (paling penting) dalam jual beli tanah. Perhatikan legalitas tanah yang akan Anda beli. Perhatikan apakah tanahnya sudah bersertipikat, hak milik atau hak guna. Jika belum, legalitas apa yang dimiliki penjual, apakah girik, letter C, letter E atau yang lainnya.Yang paling aman, dan jika tidak mau repot-repot mengurusnya, sebaiknya Anda membeli tanah dengan legalitas Sertipikat Hak Milik (SHM).

Tunggu, belum selesai. Hanya karena tanah yang bersangkutan sudah ber-SHM, bukan berarti Anda akan bebas dari masalah. Perhatikan status tanah itu dalam sertipikatnya, apakah pekarangan, tegal, sawah atau yang lainnya. Yang paling aman adalah tanah berstatus pekarangan (biasa dikodekan dengan SHMP). Tanah berstatus pekarangan bisa dibeli siapapun yang berdomisili di mana pun di Indonesia. Tanah ini juga bisa dipecah/dibagi/dijual/dibeli sebagian. Anda juga tidak perlu mengubah status tanah jika akan mendirikan bangunan/hunian di atasnya.

Tanah dengan status sawah atau tegal hanya bisa dibeli oleh penduduk dalam kecamatan yang sama dengan lokasi tanah. Tanah berstatus ini juga tidak bisa dipecah/dijual sebagian. Jika akan mendirikan bangunan/hunian di atasnya, Anda harus mengajukan permohonan perubahan peruntukan tanah dari tegal/sawah menjadi pekarangan ke pemerintah setempat. Proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, kadang dengan biaya yang tidak sedikit (dalam beberapa kasus bisa lebih mahal dari harga tanahnya). Sedihnya lagi, belum tentu dikabulkan. Ada kasus seorang pemilik tanah mengajukan permohonan pengeringan. Sepuluh tahun baru dijawab oleh yang berwewenang, dan bunyinya, permohonan itu tidak dikabulkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline