Lihat ke Halaman Asli

Susy Marshanda

Mahasiswa Fakultas Hukum

Apakah Pengadilan Etik merupakan Kekuasaan Kehakiman?

Diperbarui: 22 Agustus 2025   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sebuah buku, kecerdasan AI

Sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa "kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan". Berarti disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman menyelenggarakan dan melaksanakan peradilan yaitu memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara hukum. Kekuasaan selain daripada menyelenggarakan semua hal tersebut, seperti pengawasan bukan merupakan kekuasaan kehakiman. 

Pengadilan yang selanjutnya disebut lembaga yang melaksanakan peradilan seperti peradilan umum, tata usaha negara, militer, agama, dan konstitusi. Pengadilan merupakan lembaga peradilan yang terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan kasasi seperti Mahkamah Agung dan Pengadilan yang khusus tentang konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi. Semua pengadilan ini merupakan Kekuasaan Kehakiman yang di tegaskan dalam Undang Undang Dasar. Yang merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 adalah Mahkamah Agung (pasal 1 ayat (2) ) dan Mahkamah Konstitusi ( pasal 1 ayat (3) serta hakim hakim yang berada dibawahnya dalam peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara. Yang berarti pada hakikatnya pelaksana Kekuasaan Kehakiman adalah harus seorang hakim. Dalam undang-undang ditegaskan pula bahwa hakim konstitusi haruslah negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan dan hakim agung adalah berasal dari hakim karier dan non karier. 

Komisi Yudisial adalah lembaga yang melakukan pengawasan terhadap hakim-hakim, ia mengawasi etika profesi hakim agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pejabat hukum seperti Hakim Agung dan Konstitusi tersebut harus menjalankan jabatannya dengan baik tanpa tercela. Oleh sebab itu Komisi Yudisial bukanlah merupakan kekuasaan Kehakiman karena ia tidak melaksanakan peradilan dan penegakan hukum. Komisi yudisial juga bukan merupakan Pengadilan Etik karena tidak melaksanakan peradilan. Lembaga peradilan etik dalam bidang kehakiman adalah Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Pengadilan etik adalah pengadilan yang melaksanakan peradilan etik. Peradilan etik adalah sistem pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus tentang pelanggaran kode etik profesi atau perilaku yang tidak sesuai dengan pedoman profesi mereka. Peradilan ini dilaksanakan oleh lembaga peradilan etik yang selanjutnya disebut Pengadilan etik seperti Majelis Kehormatan Hakim (dalam bidang hakim), Majelis Kehormatan Dewan (dalam bidang Dewan Perwakilan), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (dalam bidang komisaris KPU), Komisi Etik Aparatur Sipil Negara, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (bidang profesi dokter) dsb. Pengadilan etik tersebut ada agar para pejabat yang memangku posisi tertentu menjalankan fungsi dan wewenang nya sesuai dengan kode etik profesi yang didapatkannya.

Lalu apakah pengadilan etik merupakan kekuasaan kehakiman? tentu saja tidak. Walaupun Pengadilan etik melaksanakan peradilan yaitu memeriksa, mengadili, dan memutuskan tetapi konteks peradilan disini sudah berbeda daripada peradilan yang dilaksanakan oleh Kekuasaan Kehakiman yang ditegaskan tadi. Pengadilan etik oleh lembaga lembaga tersebut hanya sebagai lembaga yang menyelenggarakan peradilan mengadili pelanggaran kode etik pada bidangnya masing masing serta mengikuti aturan dan menjalankan peraturan mereka. Pengadilan etik hanya bersifat internal dalam lembaga mereka bukan seperti pengadilan yang dijalankan kekuasaan kehakiman.

Pengadilan etik juga hanya dijalankan oleh bagian internal lembaga, yang diberikan wewenang khusus yang akan menangani pelanggaran etik yaitu Majelis etik. Contohnya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, lembaga ini melaksanakan peradilan etik mereka di forum internal IDI(Ikatan Dokter Indonesia) dan sidang bersifat tertutup dan memberikan putusan berupa sanksi dan pencabutan keanggotaan. Yang memutuskan atau yang memberi putusan adalah seorang Majelis etik seperti dokter-dokter senior yang dipilih sebagai pemutus dalam pengadilan etik tersebut dan bukan seorang hakim yang jelas jelas tidak berhubungan dengan hakim dalam kekuasaan kehakiman yaitu hakim haruslah negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan (bidang konstitusi) dan Hakim adalah berasal dari hakim karier dan nonkarier.

Bahkan yang membedakan secara signifikan lembaga lembaga dalam kekuasaan kehakiman merupakan lembaga lembaga tinggi negara dan diakui langsung dalam konstitusi. Lembaga tersebut bagian dari lembaga yudikatif sementara pengadilan etik yang dijelaskan seperti sebelumnya merupakan lembaga berada di bawah organisasi profesi, lembaga independen, atau bisa juga lembaga negara tertentu, tergantung pada konteks dan jenis profesi nya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline