Lihat ke Halaman Asli

Susanto

Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Flexing Tempo Dulu dan Sekarang

Diperbarui: 13 Maret 2023   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Flexing (Dok. Pribadi by Canva)

Flexing. Istilah ini belum lama saya dengar. Saat ini sedang viral setelah kisah penganiayaan seorang anak mantan pejabat kementerian keuangan kepada seseorang dengan inisial D. Salah satu beritanya di sini

Setelah itu, fenomena flexing yang tadinya dianggap biasa-biasa saja, sekarang menjadi viral. Orang-orang yang suka memamerkan kekayaan itu biasanya disebut dengan istilah flexing

Flexing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan memamerkan atau menunjukkan kekayaan, keberhasilan, atau prestasi seseorang. Cara yang dilakukan, biasanya tidak sopan atau sombong.

Istilah ini sering digunakan dalam konteks media sosial. Seseorang mengunggah foto atau video yang menunjukkan barang mewah. Barang mewah itu, misalnya rumah, mobil, perhiasan, atau gaya hidup yang mahal. Tujuannya untuk menarik perhatian dan membuat orang lain terkesan. 

Apakah flexing baru dilakukan akhir-akhir ini saja, atau sudah ada sejak dahulu? 

Flexing Tempo Dulu di Pedalaman

Antara tahun 1993 hingga 2006, saya tinggal di desa terpencil. Desa itu terletak di daerah aliran sungai (DAS) salah satu anak Sungai Musi di Sumatera Selatan. Penduduk desa kebanyakan adalah petani karet (penggarap dan juragan atau tawke/tauke).

Petani penggarap adalah mereka yang tidak memiliki kebun sendiri dan bekerja pada seorang juragan dan hasilnya dibagi tiga. Dua bagian untuk penggarap (penyadap karet) dan sepertiganya menjadi pemilik kebun. 

Juragan atau tawke/tauke dilafalkan toke, biasanya kaya. Karena, selain memiliki kebun yang relatif luas, dia juga membuka toko kelontong, menjual sembako dan keperluan lainnya untuk para "anak kapak" (petani penggarapnya). 

Hasil petani yang dua per tiga bagian itu dibelanjakan hanya di toko sang Toke tersebut. Dengan demikian, sang juragan memiliki sumber penghasilan bukan hanya dari penjualan getah karet, melainkan juga dari penjualan sembako yang dibayar oleh para anak kapak. Wajar jika mereka bertambah kaya.

Representasi kekayaan sang Toke biasanya dalam bentuk kendaraan sungai seperti perahu ketek, speedboat, bahkan tongkang. Saat itu belum ada mobil karena akses jalan darat belum ada. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline