Lihat ke Halaman Asli

Kemerdekaan Kita Apakah Hanya Acara Seremonial Belaka?

Diperbarui: 9 Agustus 2022   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Mufid Majnun on Unsplash   

Hari kemerdekaan tahun ini menjadi momen yang sakral. Tentu bukan hanya tahun ini, setiap tanggal 17 Agustus disetiap tahunnya, hari kemerdekaan dinanti oleh segenap elemen masyarakat untuk dirayakan dengan penuh suka cita, walau tidak semua dapat merayakan serta merasakan dengan perasaan yang sama. 

Dengan kata lain, kemerdekaan bagi dirinya, atau bahkan keluarganya saja belum dicapai, lalu bagaimana mau merayakan kemerdekaan bangsa dan negara yang tercinta ini dengan gegap-gempita?

Kita tidak bisa menutup mata, bahwa perayaan kemerdekaan kita hanyalah "sebatas acara seremonial," walau tidak semua, tetapi kenyataan yang ada, hilang maknanya setelah dalam satu-dua hari perayaan.

Apa yang melatarbelakangi? Apakah karena semangat yang ada, tidak pernah kita aplikasikan dengan jiwa yang peka terhadap realitas masyarakat yang ada? Tentu harus dijawab bersama.

Masalah Garis Kemiskinan

Photo by Fikri Rasyid on Unsplash   

Pada tanggal 17 Januari 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan berita resmi statistik (BRS), yang memperlihatkan Jumlah Penduduk Miskin pada September 2021 sebesar 26,50 juta orang, dengan 4 propinsi yang tidak bergeser dari peringkat bawah yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku.  BPS juga mencatat selama Maret 2021 --September 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,89 persen.

Memang betul, kemiskinan bukanlah masalah angka-angka yang dicatat oleh BPS semata. Tetapi dengan bertambahnya angka Jumlah Penduduk Miskin di Negara ini, telah menampar kita atas "foya-foya perayaan," dan lemahnya penangan korupsi yang terjadi dan menyedot uang rakyat.   

Kalau-lah kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Maka sudah sepatutnya Negara hadir sebagai solusi, walau hal itu telah dilakukan, tetapi apakah berjalan? Perlu ada evaluasi. Jangan sampai program nawacita oleh pemerintah, hanya sebagai bahan kampaye, bukan sebaliknya. Tentu wajar jika kita ingin ada evaluasi, apalagi dengan adanya kasus penguburan bansos baru-baru ini. Siapa yang akan bertanggungjawab?

Bisa ditebak, semua pihak yang terlibat akan menggunakan "jurus" terbaiknya, agar bisa lolos dari jeratan hukum yang ada. Tetapi siapa yang mau lari dari hukum Allah Swt? Siapa yang ingin bermakar dengan dengan Allah Swt? Sedangkan Allah Swt, adalah sebaik-baik pembuat makar, Allah Swt maha melihat, apa yang telah dikerjakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline