Lihat ke Halaman Asli

Ryan Pratama

Social media analyst and occasional writer

Pejalan Kaki ke Mana?

Diperbarui: 30 Juli 2019   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah hiruk-pikuknya kemacetan di kota besar, berjalan kaki bisa menjadi pilihan terutama bagi kaum urban yang tempat tinggalnya tidak jauh dari sekolah ataupun tempat kerjanya. Selain membuat badan sehat, berjalan kaki juga dapat menekan pengeluaran ongkos. Kita juga berkontribusi pada lingkungan dengan tidak menyumbang gas penyebab polusi dari kendaraan bermotor.

Di negara maju seperti Jepang dan negara-negara Eropa, berjalan kaki telah menjadi pilihan sebagian masyarakatnya, begitupun bersepeda. Belanda misalnya, di jalanan Kota Amsterdam kita dapat melihat banyak sekali pejalan kaki dan pesepeda yang berseliweran. Kalau di Jepang, siswa sekolah tidak diperkenankan membawa kendaraan bermotor ke sekolah, jadi siswa di sana banyak yang berjalan kaki ataupun bersepeda.

Bagaimana dengan negara kita, Indonesia? Bagi masyarakat urban Indonesia, berjalan kaki dan bersepeda belum menjadi pilihan utama. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, diantaranya:

1. Gengsi

Telah menjadi pendapat umum di masyarakat, membawa kendaraan bermotor memiliki prestigenya tersendiri. Karena itu banyak yang membawa kendaraan bermotor sendiri sekalipun jarak antara tempat di bekerja dan rumahnya dekat.

2. Fasilitas

Fasilitas pejalan kaki dan pesepeda belum memadai di sebagian besar kota di Indonesia, bahkan untuk kota-kota yang tergolong maju. Hal ini menyebabkan keengganan di masyarakat. 

3. Ulah Masyarakat

Bahkan saat fasilitas trotoar sudah dibuat sebaik mungkin oleh yang berwenang, masyarakat kita sendiri yang sering merusaknya dengan berjualan di trotoar, menjadikan trotoar tempat "penitipan barang", ataupun kita sering melihat kendaraan bermotor yang parkir dan memotong jalan lewat trotoar.

4. Diri Kita Sendiri

Seringkali alasan-alasan sebelumnya tidaklah terlalu parah dan bisa saja dilewatkan dengan mudah, tapi kita masih enggan untuk berjalan kaki. Nah loh! Mungkin ada yang menjawab malas, jauuuuh, atau ada yang blak-blakan bilang malas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline