Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Ramadan Sibuk Meski di Rumah Saja

Diperbarui: 28 April 2021   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi persiapan melukis - edukasi.kompas.com

Setelah usia lanjut menjalani shaum Ramadan seperti sekadar rutinitas saja. Padahal mestinya tidak. Tidak boleh seperti itu. Seharusnya ada selalu hal baru untuk membuatnya berbeda dari tahun ke tanah. Hingga karenanya antusias kita menjalaninya. Penuh rencana. Dan mudah-mudahan maksimal hasilnya. Tapi apa?

Setelah beberapa tahun menerima tantangan menulis maraton tiap hari di Kompasiana, ada terasa pengulangan isi cerita. Maka tahun lalu saat awal pandemi, penulis mangkir berpartisipasi, alias tidak siap untuk ikut meramaikan.

Tahun 2021 ini ikutan lagi, Itu pun dengan beberapa catatan: tidak memaksakan diri pada hal-hal yang tidak dikuasai. Jadi, bolong-bolong pun tak mengapa. Yang penting bukan shaumnya yang bolong. Sebab tidak ada pasal "berhalangan" untuk lelaki, sebagai syarat meninggalkan yang wajib, kecuali mereka yang sudah uzur.

Tapi apa? Mau cerita apa lagi? Padahal hari ini temanya terasa paling gampang, simple, sudah gampalang di depan mata; meski tak kalah kece dan keren dibandingkan dengan tema Samber THR 2021 & Samber 2021 hari-hari lain. Tapi apa?

*

Melukis, Kenangan

Sebelum berkecimpung pada dunia jurnalistik, penulis sempat terjerumus ke jurusan seni-lukis sebuah akademi seni (tahun 1976, kemudian berganti nama menjadi sekolah tinggi seni). Tidak lama. Hanya ikut tes masuk, diterima. Lalu tiga hari ikut masa orientasi mahasiswa. Nuansa seni dan kesenimanan para mahasiswanya. Rambut gondrong, penampilan acakadul, merokok, dan hobi berat bercanda.

Hanya tiga hari saya penulis ikut acara itu. Hari ke empat harus ikut tes khusus (wawancara) pada jurusan publisistik pada sebuah universitas di kota yang sama. Sudah gundul plontos dengan mengenakan pakaian serba putih (seragam masa orientasi pada akademi itu), hingga jadi bahan tontonan peserta tes yang lain. Dan Alhamdulillah diterima.

Batal kuliah di jurusan seni lukis, penulis masih hobi corat-coret. Beberapa kali bikin ilustrasi untuk cerpen sendiri. Jadi kirim cerpen disertai ilustrasinya. Dimuat pada sebuah koran mingguan. Senang, meski di koran kecil, dan honornya entah ada atau tidak. Malas mengurusnya.

Setelah itu melukis di atas kanvas. Ukuran 30 kali 40 sentimeter. Menggunakan cat akrilik. Melukis untuk sekadr perintang-rintang waktu. Terlebih kala itu mendapat penugasan meliput pameran lukisan, yang biasanya disertai demo melukis. Pernah juga seorang pelukis beken mengundang sejumlah pewarta (media cetak-elektronik dan online) untuk melukis bersama. Tema bebas. Kanvas dan cat akrilik sudah disediakan.  Jeihan, si pelukis pengundang itu beberapa waktu lalu sudah berpulang.

Maka alangkah asyiknya "Ramadan di rumah saja" dengan melukis. Garis-titik, coretan, kuasan dan sapuan, pemilihan warna, lalu obyek, atau imajinasi sendiri. Jadilah lukisan. Tak kepalang indahnya bila telah berjarak belasan atau bahkan puluhan tahun, sebagai kenangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline