Lihat ke Halaman Asli

Relokasi Sama dengan Penggusuran?

Diperbarui: 15 Januari 2017   14:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://megapolitan.kompas.com/

Dalam debat pertama Pilkada DKI Jakarta 2017 kemarin, salah satu poin yang menarik perhatian banyak orang adalah masalah relokasi warga ke rumah susun. Semua orang menunggu-nunggu bagaimana Basuki-Djarot menjawab tudingan negatif tentang masalah relokasi ini.

Benarkah relokasi sama dengan penggusuran?

Pertanyaan dari moderator tentang masalah relokasi ini memang sudah ditunggu-tunggu oleh calon nomor urut 2 Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat. Basuki-Djarot ingin mengklarifikasi berbagai tudingan miring terkait program relokasi tersebut.

Sesungguhnya program relokasi yang dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Basuki-Djarot punya manfaat yang jelas dan terukur sasarannya. Tujuan utama dari relokasi ini adalah untuk mengembalikan fungsi dari sungai-sungai dan memberikan hunian yang layak terutama untuk warga-warga yang selama bertahun-tahun tinggal di bantaran sungai.

Dua hal tersebut kemudian diimplementasikan lagi melalui program normalisasi dan pembuatan sodetan air. Pemprov DKI Jakarta telah mencanangkan proyek normalisasi sungai yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi lebar kali Ciliwung dari 10-20 meter menjadi 34-50 meter, memperkuat tebing, pembangunan tanggul, dan jalan inspeksi sepanjang sisi sungai. Proses ini melibatkan pembersihan bibir sungai dan kemudian pengerukan sedimentasi sungai. Dengan cara ini sungai Ciliwung akan meningkat kapasitas daya tampung alirannya dari 200 m3 perdetik menjadi 570 m3 perdetik.

Selain itu menurut Djarot, dirinya dan Ahok tidak mungkin merelokasi tanpa menyediakan rusun yang layak huni. Dia ingin warga DKI tidak ada lagi yang hidup di bantaran sungai.

"Sebelum ada rusun yang layak untuk warga, kami tidak akan menertibkan dan menormalisasi kawasan itu (sungai). Setelah rusun ada, baru kira normalisasi. Jadi kami memindahkan dari kehidupan yang tidak layak menjadi lebih layak, termasuk kita berikan subsidi pendidikan, kesehatan, transportasi kita tanggung," papar Djarot.

Untuk mewujudkannya, Basuki-Djarot berjanji terus mengebut pembangunan 50 ribu unit rusun untuk merelokasi warga yang bermukim di bantaran sungai. Saat ini warga yang tinggal di 97 rumah telah direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat, Rusun Cibesel dan Rusun Pulogebang di Jakarta Timur.

Tidak hanya subsidi rumah susun, para warga yang direlokasi juga diberikan jaminan kesehatan, pendidikan dan transportasi. Setiap warga rumah susun diberikan Kartu Jakarta Sehat (KJS) untuk berobat secara gratis dan anak-anaknya yang masih bersekolah juga diberikan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Para warga rumah susun juga bisa menggunakan bus transjakarta secara gratis dengan menggunakan KJP.

Dengan program relokasi, Basuki-Djarot menginginkan agar warga yang tinggal di bantaran sungai memiliki hunian yang layak dan jaminan sosial. Argumentasi program relokasi sangat jelas dan terukur kebermanfaatannya. Karena itu semestinya kita dapat melihat relokasi dari sisi yang positif, bukan malah “membodohi” masyarakat dengan tudingan miring soal relokasi. Pada hakikatnya, relokasi dijalankan justru demi kesejahteraan seluruh warga DKI Jakarta itu sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline