Lihat ke Halaman Asli

Pembatasan Kekuasaan dan Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Diperbarui: 14 April 2022   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi/istockphoto.com

Isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi trending setelah sejumlah mahasiswa melakukan unjuk rasa atau demonstrasi. Seperti yang kita tahu, masa jabatan presiden dan wakil presiden di Indonesia dibatasi maksimal dua periode. Sementara, lama jabatan satu periode yakni lima tahun. 

Mahasiswa pun menilai bahwa perpanjangan presiden adalah pelanggaran terhadap konstitusi, maka wacana tersebut harus dicegah.  Upaya penolakan itu pun akhirnya memuncak, para mahasiswa turun ke jalan bak reformasi 1998 untuk mencegah perpanjangan masa jabatan presiden.

Meskipun demikian, tuntutan pada demo yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia tidak terbatas pada isu perpanjangan presiden dan penundaan Pemillu 2024. Para pengunjuk rasa juga menuntut kepada presiden Jokowi untuk menurunkan harga BBM yang akhir-akhir ini mengalami kenaikan dan kelangkaan. 

Disamping itu juga mereka menuntut agar pemerintah memperbaiki harga bahan pokok, seperti kenaikan harga minyak goreng karena kelangkaan.  Ditambah lagi  pajak yang juga mengalami kenaikan dan dianggap memberatkan masyarakat.

Soal perpanjangan masa jabatan presiden. Secara konstitusional pemerintah tidak boleh menambah masa jabatan. Hal ini seperti tertuang dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembatasan ini bukan tanpa tujuan, pembatasan kekuasaan presiden dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. 

Sebagaimana dikatakan oleh Lord Acton yaitu "power tend to corrupts and absolute power to corrupt absolutely" yang artinya kekuasaan cenderung untuk disalagunakan dan kekuasaan yang mutlak disalahgunakan secara mutlak. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut diperlukan pembatasan kekuasaan negara melalui hukum.

Pembatasan Kekuasaan dan Konstitusionalisme (constitutionalism)

Indonesia adalah negara konstitusional, adalah upaya untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Jika ambisi perpanjangan masa jabatan presiden itu benar maka bukan saja dapat menciderai demokrasi Indonesia tetapi juga menciderasi konstitusionalisme. Pembatasan kekuasaan negara oleh hukum disebut dengan konstitusionalisme (constitutionalism) dan negaranya disebut negara konstitusional (constitutional state).

Carl J. Friedrich dalam bukunya berjudul Constitutional Government and Democracy, Theory and Practice in Erope and America berpendapat konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.

Sementara itu, dari sudut pandang ilmu politik, Andrew Heywood membagi pengertian konstitusionalisme kedalam dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline